Peruntungan Etheridge bersama Charlton pun tidak lebih baik dari masa-masanya di Oldham. Meski pada akhirnya mengontrak Etheridge sampai akhir musim 2014/15, Etheridge juga jarang bermain. Bahkan untuk berlatih, ia harus berkorban mengeluarkan uang dari penghasilannya sendiri.

"Membayar sendiri hanya untuk berlatih di Charlton Athletic. Saya sudah dekat menjadi pelatih kiper di sana. Jadi, saya hanya berlatih keras sebisa mungkin dan menanti," imbuh Etheridge. "Saya menjual rumah dan mobil saya, dan saya hanya tinggal selangkah lagi kembali ke Filipina."

Etheridge berada di titik nadir. Ia sudah hampir menyerah mencapai level tertinggi dalam karier profesionalnya di Inggris. Namun, takdir berkata berbeda. Walsall tertarik merekrutnya di tahun 2015, ketika usianya masih berumur 25 tahun. Sejak saat itu, peruntungan Etheridge berubah total.

Etheridge sering bermain reguler sampai kontraknya berakhir di Walsall dan Cardiff, menampungnya di tahun 2017 silam. Di bawah arahan Warnock, Etheridge berkembang dan merasakan jerih payah hasil perjuangannya merajut mimpi.

Musim ini, Etheridge telah mencatatkan 19 clean sheets dan mengubah mimpi jadi kenyataan. Untuk kali pertamanya dalam sejarah, ASEAN memiliki perwakilan di Premier League untuk musim 2018/19. Kiprah Etheridge akan sangat terus diperhatikan oleh pendukungnya yang berasal dari Filipina.

"Segala hal tersebut telah menjadi masa lalu saat ini, tapi semua itu tidak akan pernah meninggalkan saya, karena itu semua menjadikan saya seperti sekarang ini," tambah Etheridge.

"Bukan sepak bola namanya jika Anda tidak dikritik. Selalu ada yang meragukan dan orang akan mempertanyakan Anda sebagai pemain, tapi, Anda hanya harus melaluinya. Musim ini sangat fantastis untuk saya. Saya masih belajar dan saya jelas bukan artikel yang telah berakhir."

Kisah perjuangan yang patut ditiru. Etheridge tidak pernah menyerah merajut mimpi. Kisahnya bisa dijadikan inspirasi oleh siapapun, termasuk pemain Indonesia yang kelak bermimpi bermain di Premier League, liga terbaik dunia.