PSG sempat tertinggal 0-1 melalui gol Cristiano Ronaldo yang kemudian disamakan Cavani, sebelum Madrid menutupnya melalui gol yang diciptakan Casemiro. Game over. Lebih parahnya lagi, PSG bermain dengan 10 pemain karena kartu merah konyol yang diterima Marco Verratti. Sudah tahu menerima kartu kuning dari pelanggaran kepada pemain Madrid, Verratti malah berkata kasar atau memprotes wasit berlebihan, hingga menerima kartu kuning kedua dan diusir wasit.

Karakter dan mental dari Verratti itu sudah mencerminkan bagaimana PSG saat ini: berkualitas, tapi tidak memiliki mental baja atau juara untuk bertahan lebih lama di Liga Champions. Dengan "uang tanpa batas" yang dimiliki Nasser Al-Khelaifi, pemilik PSG, para pemain tampak seperti tentara bayaran yang tidak memiliki loyalitas atau kebanggaan memperkuat klub - terpenting dibayar mahal.

Madrid mengajarkan banyak hal, khususnya kepada Neymar, yang dibeli PSG dari Barcelona sebesar 222 juta euro. Ambisi atau talenta saja tidak cukup untuk membawa klub juara Liga Champions, atau ambisi personal meraih Ballon d'Or. Sebab, kolektivitas bermain selalu lebih penting.

Pasukan Zinedine Zidane memang dihuni banyak pemain berkualitas. Tapi, mereka semua bermain untuk satu tujuan yang sama dan tahu momen penting untuk tampil sebaik mungkin. Pengalaman Madrid selama bertahun-tahun merupakan proses yang membentuk mental bermain mereka seperti sekarang ini - tidak ada yang instan.

Jadi, teruntuk Neymar, mungkin kekalahan ini jadi pelajaran baginya. Kendati sudah pernah meraih titel Liga Champions bersama Barcelona, ia tampaknya akan bekerja sangat keras jika ingin memberikan titel yang sama kepada PSG. Satu pemain seorang diri takkan mampu membawa klub berprestasi, jika tidak dibantu pemain lainnya. Mungkin, saat ini Neymar sudah memikirkan opsi pindah ke Madrid, mungkin.