Namun, mentari tidak akan selamanya menyinari dunia, pun dengan terang Nakata yang mulai meredup. Kembali membela panji Parma, penampilan Nakata perlahan-lahan anjlok. Pada akhirnya, ia dipinjamkan ke Bologna selama enam bulan sebelum menuju Fiorentina secara cuma-cuma atau gratis pada 2005.

Meski begitu, prestasi Nakata mendapatkan pengakuan dari satu di antara legenda sepak bola dunia, Pele. Pria asal Brasil itu tidak ragu menyebut nama Nakata layak berada dalam daftar 100 pemain terbaik FIFA. Nakata menjadi wakil Asia dalam daftar itu bersama pemain Korea Selatan, Hong Myung-Bo.

Nakata terus bersemangat menemukan kembali bentuk permainan terbaiknya. Sang pemain memilih menuju Bolton Wanderers dengan status pinjaman. Meski tidak cemerlang, namun nakata masih mendapatkan sorotan dari media. Para penikmat sepak bola di Inggris penasaran apakah Nakata akan kembali menorehkan sensasi.

Walakin, Nakata tidak mendapatkan apa yang dia inginkan di Inggris. Dikabarkan berselisih dengan manajer Bolton, Sam Allardyce, Nakata tidak mendapatkan kesempatan yang cukup untuk menunjukkan kemampuannya. Sang pemain hanya mencetak sebiji gol dalam 21 pertandingan.

Kembali ke Fiorentina pada musim panas 2006, Nakata datang dalam keadaan tersudut. Ia sadar jalan menanjak dalam kariernya mulai kalut.

Hidetoshi Nakata

Nakata mengungkapkan sejumlah faktor yang membuatnya terpuruk. Ia merasa ada beberapa hal yang tak berjalan sesuai rencana. Pada akhirnya, Nakata enggan bermain jika tak bisa memengaruhi pertandingan dengan cara yang sama seperti yang pernah dilakukan sebelumnya.

"Saya bermain sepak bola bukan karena ingin menjadi terkenal atau miliuner, namun karena mencintai sepakbola. Saya mungkin merasa sedikit lelah dengan lingkungan dan berbagai hal," terang Nakata.

Pada Piala Dunia 2006, Nakata mengambil satu di antara pilihan terberat dalam hidupnya. Sang pemain akan gantung sepatu usai turnamen paling bergengsi itu dihelat.

Jepang hanya meraih satu poin selama fase grup Piala Dunia 2006. Laga pamungkas Grup F terasa menyedihkan usai kalah telak 4-1 dari Brasil. Namun, air mata para penggemar dan tim Samurai Biru semakin deras karena satu di antara bab paling menarik dalam buku sejarah sepak bola modern mengambil langkah mundur.

Kini, pria 42 tahun itu dikabarkan menikmati masa pensiun dengan berbisnis minuman khas Jepang, Sake. Nakata mencoba mengambil tujuan selain si kulit bundar.

Meski begitu, 70 pertandingan internasional dengan mendulang 11 gol, satu titel Coppa Italia dan Serie A hanya menjadi secuil cerita milik Nakata. Dalam retrospeksi, ada pandangan jika karier Nakata terlalu prematur, namun pada sisi lain tak bisa dimungkiri sang gelandang adalah satu di antara narasi paling menarik bagi pecinta sepak bola saat pergantian abad.

Nakata memang bukanlah pionir bagi kemajuan sepak bola Jepang. Masih ada pemain seperti Yasuhiko Okudera yang menginjakkan kaki di Eropa terlebih dahulu. Namun, Nakata adalah propaganda terbaik Jepang di sepak bola dunia yang memberikan jalan bagi para penerus saat ini, Shinji Kagawa, Shinji Okazaki, Gotoku Sakai, Keisuke Honda hingga Yuto Nagatomo.

Memang, Nakata hanya berkibar sekejap di sepak bola dunia. Sang pemain terlihat seperti cerminan perjalanan karier musik pentolan grup band Nirvana, Kurt Cobain, yang hanya selayang pandang sebelum berakhir dalam kematian. Namun, bukankan hingga saat ini Cobain masih dikenang sebagai satu di antara musisi terbaik sepanjang sejarah?