Perkembangan Mezzala di Sepak Bola Modern

Sekedar catatan, mezzala di era sepak bola modern juga memiliki atribut tambahan kemampuan untuk bertahan. Meski tidak diwajibkan melakukannya, mereka yang berperan sebagai mezzala biasanya juga rajin membantu tim dalam fase bertahan, dengan melakukan pressing kepada lawan dan coba merebut bola dari kakinya.

Contoh mezzala dengan gaya bermain tersebut adalah Radja Nainggolan. Gelandang berdarah Batak Indonesia itu mezzala yang komplet dengan kemampuannya mencetak gol, membuka ruang bagi rekan setim, dan pekerja keras dalam merebutkan bola.

Radja Nainggolan

Saat memperkuat Roma (2014-2018), Nainggolan berada dalam posisi menyerang, Nainggolan biasanya beredar di sekitar area luar kotak penalti untuk melakukan tendangan jarak jauh, dan jika ada kesempatan, melakukan penetrasi untuk menambah kuantitas pemain di dalam kotak penalti lawan.

Rekan setim Nainggolan, Lorenzo Pellegrini juga berperan sebagai mezzala yang ofensif. Pellegrini menunjukkan bakat besar di usia muda dengan perannya tersebut. Sepanjang hidupnya, Pellegrini pernah berperan sebagai penyerang tengah, bek tengah, dan berkembang sebagai gelandang ofensif.

Semua peran yang pernah dijalaninya itu memengaruhi perkembangan karier Pellegrini. Ia rajin memberi assist untuk rekan setimnya, tapi juga produktif dalam urusan mencetak gol.

Pellegrini juga sering membangun serangan dari zona yang berada di antara tengah dan sayap, tapi ingat, dia bukan penyerang sayap atau gelandang serang.

Peran yang dijalankannya itu adalah peran mezzala, meski sekilas terlihat sebagai gelandang serang atau winger. Masih kurang puas dengan contoh dari Nainggolan dan Pellegrini? Baiklah, bagaimana dengan Paul Pogba? Ya, siapa yang tidak mengenalnya.

Gelandang dengan banderol 89 juta poundsterling pernah menikmati momentum terbaiknya saat berperan sebagai mezzala.

Bukan di Manchester United, melainkan saat membela Juventus pada periode 2012-2016. Tepatnya, kala Pogba bermain dengan Andrea Pirlo dan Arturo Vidal di lini tengah.

Pembagian tugas mereka sangat jelas. Pirlo berperan sebagai regista dengan tipe deep-lying playmaker, Vidal box to box yang bisa membantu tim bertahan dan juga menyerang dari lini kedua, dan Pogba cukup fokus ke satu hal: bantu lini serang Juventus.

Arturo Vidal, Paul Pogba, dan Andrea Pirlo

Pogba semakin memantapkan talenta yang dimilikinya dengan peran mezzala. Tampil sebanyak 124 kali untuk Juventus, Pogba juga produktif mencetak 28 gol.

Tanpa harus memikirkan pertahanan tim, Pogba cenderung melakukan penetrasi dalam proses serangan dari sisi sayap. Ketika masuk ke dalam kotak penalti, ia bisa mengoper bola yang berbuah assist untuk rekan setimnya, atau mengonversinya langsung menjadi gol.

Akan tapi, apabila ia tidak bisa masuk ke dalam kotak penalti karena pertahanan berlapis lawan, maka Pogba biasanya berada di luar kotak penalti untuk coba melakukan tendangan spekulatif jarak jauh.

Berkat peranannya itu, Pogba sukses meraih empat Scudetto, dua Coppa Italia, dan sekali menjajaki final Liga Champions 2014-15 bersama Bianconeri.

Sayang, Jose Mourinho tampak bersikukuh dengan pendiriannya untuk memainkan Pogba sebagai pivot atau gelandang jangkar, sehingga potensinya tidak keluar maksimal kala dulu melatihnya di United.

Pogba yang sekarang di Man United, bukan Pogba yang tampil hebat ketika bermain sebagai mezzala di Italia.

Banyak lagi contoh mezzala dengan gaya bermain yang berbeda saat ini, seperti halnya Kevin De Bruyne di Manchester City. Gelandang asal Belgia mengombinasikan kemampuan teknik untuk membuka ruang bagi rekan setim, dengan naluri mencetak gol, plus kecepatannya bergerak.

Kesimpulannya, mezzala bukanlah peran yang bisa diperankan sembarang pemain. Dibutuhkan bakat serta insting tinggi dalam membaca permainan untuk memerankannya. Taktik itu lahir di negeri dengan nuansa taktik yang kental, Italia.