Sistem Bermain Fleksibel, Keluar dari Stigma Catenaccio

Stigma catenaccio atau pertahanan gerendel ala Italia terus masih dibicarakan jika membicarakan klub-klub di sana, meski faktanya banyak klub juga yang sudah memeragakan sepak bola ofensif dan keluar dari catenaccio.

Kapan pun dan di mana pun orang membicarakan sepak bola Italia, kata catenaccio selalu identik dengan mereka. Stigma itu menurut James Horncastle, ketika diwawancara Football-Italia, hanya omong kosong sebab Italia sudah berubah – setidaknya sejak beberapa tahun belakangan ini.

James merupakan penulis yang sering berkarya di Guardian, FourFourTwo, BBC, dan uniknya lebih suka menulis sepak bola Italia meski berasal dari Inggris.

Atalanta membuktikan teorinya tak salah. Fleksibilitas bermain mereka, seperti digambarkan oleh Blair Newman, analis Tifo, menjadi salah satu faktor kekuatan Atalanta.

Dalam taktik 3-4-3 dengan variasi 3-4-1-2 atau 3-4-2-1, seluruh pemain bermain kolektif dalam bertahan dan cepat ketika menyerang. Sistem bermain bertenaga tinggi itu membutuhkan kerja keras, kedisiplinan, dan kerja sama tim.

Gian Piero Gasperini

Gasperini tidak segan menginstruksikan pemainnya melakukan pressing (tekanan) ketika lawan mendominasi penguasaan bola, menaikkan garis pertahanan, agar ketika bola direbut dari kaki lawan mereka bisa langsung melakukan serangan cepat dengan tujuh pemain: empat pemain tengah dan tiga pemain depan.

Dengan taktik itu, tidak usah heran jika pencetak gol Atalanta datang dari banyak pemain di lini tengah hingga depan. Mereka diberi kebebasan oleh Gasperini saat melakukan penetrasi.

Dalam fase bertahan, prioritas Atalanta adalah man to man marking (penjagaan satu lawan satu). Tapi, Gasperini juga tidak ketat menginginkan pemainnya 100 persen menerapkan itu apabila lawan berlari menjauh untuk menarik atensi mereka.

Di momen itu para pemain Atalanta kembali ke posisinya. Mereka harus disiplin bertahan di posisi tempat mereka bermain. Kedisiplinan menjaga posisi itu juga menjadi cara mereka bertahan. Fase itu dinamakan zonal marking (penjagaan zona).

Pertahanan masih jadi aspek yang ingin dibenahi Gasperini di kala lini serang mereka sudah sangat menjanjikan dengan adanya Papu Gomez, Duvan Zapata, Josip Ilicic, dan Luis Muriel. Jadi, jangan heran apabila Atalanta bisa mencetak empat-lima gol di satu laga, tapi juga kebobolan dua-tiga gol – bak buah simalakama.

“Kami sedikit terganggu saat unggul. Itu adalah aspek psikologis yang sedang kami kerjakan karena kami sepertinya merasa nyaman dan berasumsi telah melakukan pekerjaan dengan baik – padahal belum,” terang Gasperini.

“Ini terus terjadi dan kami sering membayar harga (menerima konsekuensi) untuk itu. Kami tidak dapat berpikir untuk mencoba bertahan dan mengendalikan pertandingan selama satu jam, bahkan setelah unggul 2-0.”

“Kami harus terus bermain seperti biasanya, entah di saat unggul atau tidak.”

Meski belum sempurna, Atalanta sudah ‘berlari’ di jalan yang tepat bersama Gasperini. Perjalanan mereka sejauh ini pada debut di Liga Champions berjalan baik hingga 16 besar dan menang 4-1 atas Valencia di leg pertama. Siapa tahu seberapa jauh mereka berlari musim ini di Italia dan juga Eropa.