Dilihat dari jalur menuju final, menjadi peringkat kedua Grup G memang terlihat lebih nyaman. Tak hanya lawan yang akan dihadapi, tapi dua dari tiga menuju final akan berlangsung di Moskow. Sementara juara Grup G harus terbang ke Rostov-on-Don, Kazan, dan St, Petersburg sebelum ke final di Moskow.

"Kami harus memikirkan itu betul-betul," ujar Southgate menjawab soal mana yang lebih menguntungkan, menjadi juara atau runner-up grup dan kemungkinan menurunkan tim pelapis pada laga kontra Belgia.

Menjadi juara Grup G berarti akan menghadapi peringkat kedua Grup H, yang akan diketahui sebelum duel Inggris kontra Belgia. Bisa Jepang, Senegal, atau Kolombia. Untuk ketiga calon lawan itu, Southgate dan Martinez mengaku tidak menemukan perbedaan berarti. Ketiganya sama.

Namun, pada tahapan selanjutnya di perempat final, juara Grup G, akan berpotensi menghadapi perjalanan cukup terjal menuju final. Hal ini karena ada kemungkinan Jerman bakal lolos ke 16 besar sebagai runner-up Grup F. Jika demikian skenarionya, Jerman akan melawan Brasil yang kemungkinan menjadi pemuncak Grup E. Artinya jika semua mulus, sang juara Grup G bisa melawan pemenang antara Jerman versus Brasil.

"Semua pihak ingin mengetahui sebuah jalan yang memungkinkan. Tapi, sebagai profesional saya pikir Anda tak bisa turun ke lapangan tanpa keinginan untuk menang," ujar Martinez sembari menambahkan terlalu banyak berhitung dalam sepak bola bisa berbalik menjadi petaka.

Suara serupa dikeluarkan jurnalis dan pengamat sepak bola Inggris. "Selalu berbahaya untuk berusaha finis di tempat kedua meski Anda berpikir jalan ke depannya akan lebih mudah," ujar John Cross wartawan Daily Mirror.

Meski begitu, amatlah wajar jika kedua kubu memiliki pemikiran untuk tidak menjadi juara Grup G. Mereka tentu tak ingin mendapati lawan yang berpotensi mengirim mereka pulang lebih cepat. Terlebih bagi kubu Belgia yang saat ini memang berada di posisi kedua. Adalah sebuah godaan cukup menggiurkan bagi Belgia untuk membiarkan Inggris menjadi juara Grup G.