Dani Carvajal - Marcelo (Real Madrid)

Selama satu dekade terakhir, lini serang Real Madrid sering mendapatkan pujian. Namun, keefektifan El Real dalam bermain sering kali berasal dari kinerja dua bek sayap yakni Dani Carvajal dan Marcelo.

Marcelo bergabung dengan Real Madrid pada 2007. Ia menunggu selama enam musim untuk menemukan teman duet pada posisi bek kanan yang ideal.

Kecepatan menjadi faktor kunci kedua pemain tersebut dalam membangtu serangan. Meski gemar membantu serangan, namun Marcelo dan Carvajal tidak lantas melupakan pertahanan. Kedua pemain tersebut telah menciptakan lebih dari 100 assist.

Cafu-Roberto Carlos (Brasil)

Cafu dan Roberto Carlos adalah dua full-back terbaik pada era awal 2000-an. Keduanya bahu-membahu membangun kejayaan di tim nasional Brasil.

Cafu adalah bek kanan yang sering mendapatkan pujian karena sulit ditembus. Namun, lebih jauh daripada itu, mantan pemain AC Milan itu juga apik saat menyerang.

Sementara itu, Roberto Carlos bermain lebih flamboyan. Ia lebih suka mengambil risiko melakukan duel satu lawan satu. Carlos meraih puncak kariernya bersama Real Madrid dengan memenangi LaLiga dan Liga Champions.

Puncaknya, kerja sama Cafu dan Carlos membawa timnas Brasil meraih gelar Piala Dunia 2002. Mereka menjadi tolok ukur untuk bek sayap berkualitas.

Paolo Maldini - Mauro Tassotti (AC Milan)

Ketika berbicara tentang lini pertahanan yang legendaris, AC Milan punya segudang cerita. Dipimpin oleh Franco Baresi dan Paolo Maldini, Rossoneri pada era 80-an hingga 90-an menjadi satu di antara tim terkuat.

Pada masa kejayaan tersebut, AC Milan memiliki duet bek sayap yakni Maldini dan Tassotti. Jika Tassotti dikenal dalam kemampuannya melakukan tekel, Maldini dianggap sebagai satu di antara bek sayap yang punya karisma dan piawai dalam membaca serangan lawan.

Selama bersama, AC Milan memenangi 17 trofi termasuk lima gelar Serie A. Mereka juga turut andil ketika Milan tidak terkalahkan di kompetisi domestik pada 1992.

Puncak kemitraan bek sayap itu terjadi pada final Liga Champions 1994 melawan Barcelona. Saat itu, Baresi dan Costacurta absen.

Sang juru taktik, Fabio Capello, harus bergantung pada Paolo Maldini dan Mauro Tassotti untuk membangun pertahanan yang kukuh. Hasilnya, Il Diavolo Rosso menang empat gol tanpa balas dan meraih gelar Liga Champions ketiga.