3. Minim Rotasi Pemain
Napoli selama tiga tahun terakhir memang menjadi penantang titel Serie A melawan Juventus. Semua itu berkat andil Sarri yang mempraktikkan sepak bola ofensif dan penguasaan bola mutlak. Tapi di tiga kesempatan itu mereka selalu kehabisan bensin di paruh musim kedua. Alasannya? Minim rotasi pemain.
David Luiz, Marcos Alonso, Antonio Rudiger, Barkley, Kovacic, selalu jadi pemain-pemain yang dijadikan starter oleh Sarri, meski Chelsea punya kedalaman skuat hebat semisal: Andreas Christensen, Emerson Palmieri, Ruben Loftus-Cheek, dan Callum Hudson-Odoi.
Bukan berniat mempertanyakan hak Sarri memilih pemain, namun, minimnya rotasi pemain itu menjadikan permainan Chelsea mudah diprediksi. Padahal, jika Sarri mau sedikit menerima masukan atau saran, mereka yang jarang bermain justru bisa menjadi kunci kebangkitan Chelsea.
Hudson-Odoi dan Loftus-Cheek dua pemuda yang sangat termotivasi tampil bagus. Emerson bisa jadi solusi bagi Alonso yang punya kekurangan besar ketika bertahan. Christensen atau Gary Cahill juga bisa dicoba selain Luiz.
Jika memang Sarri ingin mempertahankan Hudson-Odoi dari buruan klub lain, mengapa dia tidak memainkannya? Atau juga beberapa waktu lalu dia sempat berkata ingin ada gelandang pengganti Cesc Fabregas untuk melapis Jorginho.
Lantas, sebelum Fabregas pergi ke AS Monaco, mengapa Sarri tidak memainkannya lebih sering lagi? Akan sulit bagi dirinya dan juga Chelsea jika pemain-pemain yang sama terus bermain dari satu pekan ke pekan berikutnya.
Tanpa rotasi, pemain-pemain Chelsea berpotensi keletihan dan rawan cedera, plus pemain-pemain yang ingin unjuk gigi, tetapi tak mendapat kesempatan bermain, bisa mengancam pergi. Hal tersebut bisa memengaruhi atmosfer