Marco Rose

Marco Rose

Sebagai pemain, Marco Rose, yang berposisi sebagai bek, pernah bermain dengan Vfb Leipzig (1995-2000), Hannover 96 (2000-2002), Mainz (2002-2010). Di Mainz Rose pernah bermain satu tim dengan manajer Liverpool, Jurgen Klopp. Keduanya sangat dekat. “Dia (Rose) bisa memiliki pekerjaan apapun dan melakukan pekerjaan apapun,” ucap Klopp.

Rose membuktikan ucapan Klopp itu melalui kesuksesan yang diraih di luar Jerman atau lebih tepatnya di Austria. Memulai karier kepelatihan pada 2012 dengan Lokomotive Leipzig, Rose baru menanamkan filosofinya dengan RB Salzburg dari medio 2017-2019.

Sebelum naik level melatih tim utama, Rose empat tahun melatih tim muda Salzburg dan memenangi Liga Muda UEFA.

Sejumlah rekor ditorehkan Rose di Salzburg, mulai dari dua kali beruntun menjuarai Bundesliga Austria, mencapai semifinal Liga Europa, dan membawa klub tak pernah kalah selama 53 laga beruntun di seluruh kompetisi pada laga kandang.

Sukses di Salzburg, Rose kembali ke Jerman dan melatih Gladbach menggantikan Dieter Hecking. Belum genap semusim, para pemain Gladbach sudah memahami keinginan bermain Rose: high-pressing atau permainan menekan dengan intensitas tinggi, tujuannya merebut bola dari penguasaan lawan dan melancarkan serangan balik cepat.

Gaya main itu mengingatkan akan Foals di masa lalu. Tapi, Gladbach saat ini belum sempurna dengan keinginan bermain Rose dan musim masih panjang. Sulit menjaga konsistensi dengan permainan tersebut.

“Entah itu saat mengatasi situasi atau saat kami tak memiliki bola, berkombinasi satu sama lain, atau melakukan tekanan ofensif ketika kami memiliki bola dan menjaga penguasaan bola, ada banyak ruang untuk perkembangan,” terang Rose.

Kuat di Belakang, Lini Tengah Solid, dan Trio di Lini Depan

Sesi latihan Borussia Monchengladbach

Otak penampilan gemilang Gladbach sudah pasti datangnya dari Marco Rose. Tapi pada kenyataannya, para pemain yang bertanding yang akan menentukan arah dan hasil akhir laga – pelatih hanya memberi taktik, memilih pemain, dan memberi masukan.

Berbicara soal pemain, Rose memberikan keseimbangan untuk timnya dengan kombinasi pemain muda-senior berpengalaman. Pada posisi kiper Gladbach punya penjaga gawang berusia 30 tahun, Yann Sommer, yang sudah bermain untuk klub sejak 2014 dan juga kiper utama timnas Swiss.

Di belakang, Gladbach juga mengandalkan Stefan Lainer, bek kanan dengan keseimbangan bertahan dan bermain ofensif, serta duet bek tengah yang tak tergantikan: Nico Elvedi dan Matthias Ginter. Lalu bek kiri ditempati Ramy Bensebaini, yang baru ini mencetak gol ke gawang Werder Bremen.

Maju ke depan pada posisi tengah, ada Patrick Hermann yang sudah mencetak empat gol dan memberikan dua assists serta gelandang berbakat berusia 22 tahun, Laszlo Benes. Dikombinasikan dengan Christoph Kramer maka Gladbach punya lini tengah yang komplit: bisa bertahan dan bermain ofensif.

Terakhir, kekuatan utama Gladbach terletak pada kecepatan trio penyerang mereka: Marcus Thuram, Breel Embolo, dan Alassane Plea. Komobinasi ketiganya menciptakan 22 gol di Bundesliga.

Marcus Thuram, Breel Embolo, Alassane Plea

Plea mencetak empat gol dan memberi empat assists, Thuram lima gol dan empat assists, dan Embele tiga gol. Ketiganya saling melengkapi dengan cara mereka bermain, berkombinasi, dan bekerja sama.

Thuram, putra ikon sepak bola Prancis, Lilian Thuram, bahkan menjadi Pemain Terbaik Bulan September pilihan fans dan pendatang baru terbaik sejauh ini. Thuram datang dari Guingamp dan Embolo dari Schalke di musim panas ini, sementara Plea dari Nice pada 2018.

Selama bisa menjaga konsistensi bermain, ketiganya akan jadi salah satu trio terbaik di Eropa selain Mohamed Salah, Roberto Firmino, dan Sadio Mane di Liverpool.