Suara Petir yang Tak Lagi Terdengar, Selamat Jalan Gigi Riva

Arief HadiArief Hadi - Selasa, 23 Januari 2024
Suara Petir yang Tak Lagi Terdengar, Selamat Jalan Gigi Riva
Gigi Riva (Twitter)

BolaSkor.com - Mario Zagallo, Franz Beckenbauer, dan Luigi "Gigi" Riva. Tiga nama ikonik yang meninggal dunia ketika 2024 baru dimulai pada Januari. Ya, dunia sepak bola kembali berduka dengan meninggalnya Gigi Riva.

Riva meninggal dunia pada usia 79 tahun setelah dirawat di rumah sakit Brotzu, Cagliari, setelah sempat pingsan di rumah. Kondisinya sempat dinyatakan membaik, tetapi dilaporkan Sky TG 24 kondisinya memburuk hingga akhirnya wafat.

"Saya terguncang dan sangat sedih. Sepak bola Italia berduka karena monumen nasional yang sesungguhnya telah meninggalkan kita," kata presiden Federasi Sepak Bola Italia (FIGC), Gabriele Gravina.

"Saya kehilangan seorang saudara, kami menghabiskan waktu bertahun-tahun bersama, kami tidur bersama dengan Cagliari dan dengan tim nasional, saya kehilangan seseorang yang penting bagi saya," tambah Enrico Albertosi, eks pemain timnas Italia dan Cagliari.

Baca Juga:

3 Alasan Inter Milan Jadi Juara Paruh Musim Serie A 2023-2024

Franz Beckenbauer, Denyut Nadi Sepak Bola Jerman

Der Kaiser, Franz Beckenbauer Meninggal Dunia pada Usia 78 Tahun

"Bahkan hari ini kami berbicara di telepon dan saya mendengarnya dengan baik, saya tidak tahu dia punya masalah jantung."

Riva nama yang ikonik di Italia dan juga dikenang sebagai legenda Cagliari. Ia top skorer sepanjang masa Italia dengan 35 gol dari 42 pertandingan, juga dengan catatan 208 gol dari 378 penampilan di Cagliari.

Awal yang Tragis

Lahir pada 7 November 1944 di Leggiuno, Italia, cerita awal perjalanan Gigi Riva tidaklah seindah yang dibayangkan. Pada Februari 1953, Riva mendapatkan kabar ayahnya Ugo tidak kembali ke rumah dari pekerjaannya.

Keluarga Riva hidup sederhana di desa Leggiuno, di dekat Sungai Maggiore. Ugo bekerja sebagai penata rambut, kemudian sebagai penjahit dan bekerja di pengecoran.

Kejadian tragis terjadi pada ayahnya saat bekerja di pabrik. Terjadi insiden saat bekerja dan ayahnya menjadi korban. Sejak saat itu kehidupan keluarga Riva tak lagi sama.

Ibu Riva, Edis, tadinya bekerja sebagai ibu rumah tangga tetapi karena kematian Ugo, Edis bekerja full time dengan membersihkan rumah orang kaya di desa. Bayarannya tidak besar dan hidup mereka sulit.

Sang ibu mengambil keputusan menyekolahkan putranya, Riva, di kampus dekat Viggiu. Institusi itu dikelola oleh pendeta dan hanya menerima anak-anak miskin.

Riva menjalani hidup dengan berdoa sebagai keharusan untuk mendapatkan air minum, roti, dan kebutuhan hidup sehari-hari. Hidupnya hampa dan juga ia kerap dipermalukan di depan publik.

Hidup Baru

Pada usia 15 tahun, setelah melalui masa kecil dengan sulit, Riva meninggalkan kampus dan ia hidup dengan saudara perempuannya, Fausta, sementara ibunya masih kesulitan secara finansial.

Perlahan, Riva menata kehidupannya, mendapatkan penghasilan dan mulai meniti karier sebagai pesepak bola. Dengan kekuatan pada kaki kidalnya, Riva gabung tim amatir di Laveno-Mombello. Dalam kurun waktu dua musim, ia mencetak 63 gol dan jadi pahlawan lokal.

Pada musim panas 1962, pasca gagal melakukan trial di Inter Milan, Riva pindah ke Legnano yang bermain di Serie C. Di sana, pada usia 18 tahun, Riva mencatatkan enam gol dari 23 laga serta bermain sebagai sayap kiri.

Pemandu bakat mulai berdatangan termasuk dari Cagliari yang bermain di Serie B. Kendati sempat ada kekhawatiran Riva terlalu kurus dan bergantung pada satu kaki kidalnya, Riva pada akhirnya ke Sardinia pada musim panas 1963.

Cagliari, Timnas Italia, dan Suara Petir

Rombo di Tuono atau Suara Petir. Itulah julukan yang didapatnya dari jurnalis asal Italia, Gianni Brera. Julukan itu diberikannya dalam kariernya bersama Cagliari dan timnas Italia.

Riva menyimpan penyesalan karena tak bisa memberikan kebahagiaan kepada ibunya secara finansial, meski di masa kecil sang ibu 'mengusirnya' dengan menyekolahkannya di kampus anak-anak miskin.

Namun dari masa lalu yang sulit, Riva menggila dalam kariernya dengan membawa Cagliari promosi ke Serie A, untuk kali pertama pada 1964, kemudian memberikan Scudetto pada 1970.

Riva menjadi top skorer Cagliari dalam skuad yang berisikan pemain seperti Enrico Albertosi, Angelo Domenghini, Sergio Gori, Pierluigi Cera. Cagliari menerapkan sepak bola serangan balik cepat, memanfaatkan kecepatan dan agresivitas Riva.

Pada usia 20 tahun, Riva menjalani debut dengan timnas Italia saat kalah 1-2 di laga uji coba lawan Hungaria pada 1965. Tiga tahun berselang, Italia menjadi tuan rumah Piala Eropa dan menjadi juara dengan Riva bermain di skuad arahan Ferruccio Valcareggi.

Italia mencapai final dan mengalahkan Yugoslavia pada laga ulangan (2-0) setelah imbang 1-1 di pertemuan pertama. Riva juga pernah bermain di Piala Dunia 1970 dan mencapai final, tetapi Italia tak berdaya melawan Brasil yang diperkuat Pele.

"Saya merasakan kesedihan yang tak terhingga, ini adalah kehilangan yang besar, bagi saya juga seorang teman baik," kata kapten pemenang Piala Dunia 1982, Dino Zoff kepada ANSA.

"Banyak hal yang mengikat saya dengan Gigi, kami menjalani wajib militer bersama, lalu kami memenangkan Piala Eropa 1968 dan kami melanjutkannya dengan tim nasional lainnya, hingga tahun 2000 ketika saya menjadi pelatih dan dia menjadi manajer."

"Kami memiliki hubungan yang hebat, mustahil untuk tidak berteman dengannya. Bagi saya dia benar-benar seorang teman."

"Dia, seperti saya, bukanlah orang yang sangat terbuka tetapi dia jelas dan Anda selalu tahu dengan siapa Anda berhadapan."

Riva tetap loyal dengan Cagliari sampai ia pensiun bermain pada 1976. Bahkan setelah gantung sepatu, Riva menjadi Presiden Cagliari pada 1986-1987 dan jadi Presiden Kehormatan dari 2019 sampai ia meninggal dunia.

Dihormati oleh banyak orang di Italia, Riva juga menjadi manager timnas Italia dari 1990 hingga 2013 dan mendapatkan respek dari pemain-pemain legendaris Italia. Ia juga jadi bagian staf Marcello Lippi kala memenangi Piala Dunia 2006.

“Saya ingat saat kami semua merayakan (Piala Dunia 2006), dia sangat kecewa karena ada orang di bus kami yang hingga sebulan sebelumnya membiarkan kami membusuk,” papar legenda Italia, Gianluigi Buffon soal Riva.

"Kami punya banyak kesamaan. Tiap kali saya melihatnya, sudah lama saat ini, atau mendengar darinya menjadi seru."

Italia Timnas Italia Cagliari Sosok Piala eropa Piala Dunia Gigi Riva
Ditulis Oleh

Arief Hadi

Posts

12.180

Bagikan