Revolusi Jadi Harga MatiLima Penyebab Hancurnya AC Milan Musim Ini

BolaSkorBolaSkor - Senin, 19 Mei 2014
Revolusi Jadi Harga Mati<!--idunk-->Lima Penyebab Hancurnya AC Milan Musim Ini
Revolusi Jadi Harga MatiLima Penyebab Hancurnya AC Milan Musim Ini
Milan- Musim 2013-2014 bisa dibilang adalah mimpi buruk bagi para fans AC Milan. Maklum, klub berjuluk Rossoneri itu luluh lantak di semua kompetisi. Padahal musim lalu, Milan tidak sehancur ini. Ada apakah di balik kegagalan Milan musim ini? Apa penyebab utamanya? Di Serie A musim ini, Milan finish di peringkat ketujuh yang membuat mereka harus absen di kompetisi antar klub Eropa musim depan. Padahal musim lalu, Milan finish di peringkat ketiga dan lolos Liga Champions musim ini meski harus lewat fase kualifiikasi. Liga Champions musim ini, Milan belum bisa lepas dari kutukan babak 16 Besar. Musim ini Milan keok dari Atletico Madrid di babak 16 Besar dengan agregat telak 1-5. Sama seperti musim sebelumnya, dimana Milan disingkirkan oleh Barcelona dengan agregat 2-4. Bahkan di ajang Coppa Italia pun Milan tidak bisa berbicara banyak. Musim ini, Riccardo Montolivo dkk disingkirkan oleh Udinese di babak perempat final dengan skor 2-1 setelah musim sebelumnya juga mentok di perempat final setelah kalah 2-1 dari Juventus. Serie A musim ini adalah sorotan besar bagi AC Milan. Selain finish di peringkat ketujuh yang merupakan terburuk sejak 15 tahun terakhir, Milan juga mengalami rapor yang mengerikan jika bertemu tim-tim besar Italia atau yang biasa disebut "il sete magnifico". "il sete magnifico" adalah sebutan untuk tujuh tim besar Italia yang terdiri dari Juventus, AC Milan, Inter Milan, AS Roma, Lazio, Fiorentina, dan Napoli. Tujuh tim ini adalah langganan wakil Italia dalam kompetisi antar klub Eropa dalam beberapa dekade terakhir yang menjadi dasar penyebutan istilah ini. Dari total 12 pertandingan melawan enam tim lainnya musim ini, Milan hanya mampu meraih sembilan poin dari poin maksimal 36 poin atau hanya seperempatnya! Derby della Madoninna melawan Inter berlangsung impas setelah kalah 1-0 saat menjadi tamu dan Milan menang 1-0 ketika menjadi tuan rumah. Begitupun ketika melawan Fiorentina. Kekalahan 0-2 saat bermain di San Siro dibalas tunai dengan kemenangan 2-0 di Artemio Franchi, kandang Fiorentina. Melawan Elang kota Roma, Milan harus puas berbagi angka dua kali dengan Lazio setelah imbang 1-1 baik kandang maupun tandang. Melawan AS Roma yang menjadi runner-up musim ini, Milan takluk 0-2 di stadion Olimpico dan hanya mampu bermain imbang 2-2 ketika menjadi tuan rumah. Dan Milan pun babak belur dalam pertandingan kandang dan tandang ketika bersua Napoli dan Juventus. Di San Siro, Milan dipecundangi oleh Napoli dengan skor 1-2 oleh Napoli dan 0-2 oleh Juventus. Ketika melawat ke kandang juventus dan Napoli, Milan bertekuk lutut dari Juventus dengan skor 2-3 dan 1-3 dari Napoli. Hasil tadi adalah ringkasan betapa impotennya Milan musim ini di Serie A. Pertanyaannya, apa penyebabnya? Setidaknya,ada lima analisa kronologis hancurnya Milan di musim ini baik di Serie A, Liga Champions maupun Coppa Italia yang meliputi sisi teknis dan manajemen. 1. Manajemen Keuangan Milan Permasalahan keuangan menjadi awal melapetaka Milan musim ini. Gaji pemain-pemain Milan terlalu tinggi dan diikuti dengan gemuknya skuat AC Milan yang mencapai 29 pemain. Ini tentu berefek pada anggaran belanja pemain baru. Dengan materi 29 pemain, total anggaran gaji pemain Milan musim ini pun mencapai 47,94 juta Euro. Jumlah ini tentu lebih boros dan sia-sia ketimbang Napoli yang hanya mencapai angka 32,5 juta Euro (24 pemain) tetapi sukses mendatangkan nama-nama tenar macam Pepe Reina, Gonzalo Higuain, Jose Callejon, dan Raul Albiol. Milan pun lebih boros dari AS Roma yang hanya menganggarkan 42,95 juta Euro untuk 26 pemain. Roma pun sukses finish sebagai runner-up Serie A musim ini. Hanya Juventus (49,8 juta Euro / 26 pemain) yang lebih boros dari Milan untuk urusan gaji pemain musim ini. Ditambah lagi, Milan memiliki pemain-pemain bergaji lumayan tinggi tetapi tidak berkontribusi maksimal. Contohnya, Robinho, Alessandro Matri dan Giampaolo Pazzini yang digaji masing-masing kurang lebih 2,7 juta per tahun tapi minim kontribusi. Bandingkan dengan Mattia Destro (Roma /1,3 juta Euro), Paul Pogba (Juventus / 1 juta Euro), Dries Mertens (Napoli / 1,2 juta Euro) ataupun Lorenzo Insigne (Napoli / 700 ribu Euro) dan kontribusi mereka terhadap klub mereka di Serie A musim ini. Dengan adanya kebijakan Financial Fair Play yang dikeluarkan oleh UEFA, maka manajemen keuangan Milan harus diperbaiki untuk mencegah terpuruk lebih dalam akibat sanksi dari kebijakan Financial Fair Play yang mewajibkan keuangan klub harus surplus. 2. Strategi Transfer Akibat dari manajemen keuangan yang buruk pun berimbas pada strategi transfer Milan musim panas tahun lalu yang bisa dikatakan adalah biang kerok kegagalan Milan musim ini. Milan memiliki dana yang terbatas untuk membeli pemain di bulan Juli tahun lalu. Musim ini, Milan kembali melakukan kesalahan klasik, yakni strategi transfer yang sangat buruk. Beberapa tahun belakangan, Milan seringkali membeli pemain yang tidak menjadi piihan utama pelatih Milan dan gagal bersinar seperti di klub lamanya. Mulai dari Alberto Gilardino, Klaas Jan-Huntelaar, Salomon Bartosz, hingga yang terakhir Alessandro Matri, Ricardo Saponara,Valter Birsa, dan Matias Silvestre. Empat nama terakhir baru didatangkan pada bursa transfer musim panas silam. Akan tetapi, hingga musim berakhir, hanya Valter Birsa yang tampil lebih dari 20 kali memakai seragam Milan. Matias Silvestre yang dipinjam dari tetangga sebelah lebih banyak mendekam di ruang perawatan dan bangku cadangan. Begitupun dengan Ricardo Saponara yang hanya menjadi pajangan di bangku cadangan. Milan juga rugi total dalam pembelian paling mahal musim ini, Alessandro Matri. Tampil 18 kali dimana lebih banyak menjadi pemain pengganti dan hanya mencetak satu gol, Matri pun dipinjamkan ke Fiorentina. Angka 12 juta Euro pun terasa sia-sia untuk pembelian ini. Hanya mendatangkan Kaka dengan gratis pada bursa transfer musim panas tahun lalu tentu Milan tak bisa berbuat banyak. Masalahnya, selain usia Kaka yang sudah menginjak 32 tahun, klub-klub lain seperti Juventus, Napoli, AS Roma dan Fiorentina melakukan pembelian yang sukses di musim panas. Strategi transfer di bulan Januari sedikit lebih baik. Mendatangkan empat pemain, Adil Rami (Valencia / pinjam), Keisuke Honda (CSKA Moskow / gratis), Michael Essien (Chelsea / gratis), dan Adel Taarabt (QPR / pinjam), Milan bisa berbicara sedikit lebih baik ketimbang paruh pertama musim. Namun datangnya Essien, Honda, Rami dan Taarabt tidak semerta-merta bisa menyulap Milan di paruh kedua Serie A musim ini. Sebab, Milan menutup paruh pertama musim di peringkat ke-11 klasemen sementara, serta proses adaptasi dari empat pemain tersebut di Liga Italia yang tidak semuanya langsung nyetel dengan permainan Milan. Apalagi, jika dibandingkan dengan pemain-pemain baru yang didatangkan oleh Napoli (Gonzalo Higuain, Raul Albiol, Pepe Reina, Jose Callejon, dan Dries Mertens) dan Juventus (Carlos Tevez dan Fernando Llorente) serta Fiorentina (Giuseppe Rossi) yang langsung menjadi tulang punggung keberhasilan tim mereka di Serie A musim ini. 3. Tumpulnya Barisan Depan Secara nama, Milan memiliki sederet nama-nama mentereng di barisan depan. Mario Balotelli, Giampaolo Pazzini, Robinho, Stephan El Shaarawy dan Alessandro Matri adalah nama-nama yang sudah dikenal memiliki reputasi bagus dalam hal mencetak gol. Namun secara statistik, kinerja sektor penyerangan Milan musim ini memiliki rapor merah. Para attacante Rossoneri lebih mandul daripada musim lalu. Ini diperparah dengan empat bulan absennya Stephan El Shaarawy akibat cedera dan tidak stabilnya kondisi Robinho. Praktis, Milan hanya mengandalkan Mario Balotelli dan Giampaolo Pazzini sebagai striker murni. Dan hanya Mario Balotelli seorang yang mencatat angka dua digit, yakni 18 dalam jumlah total gol di semua ajang dari 29 pemain Milan! Bandingkan dengan AS Roma yang mempunyai dua pemain yang mencetak lebih dari 10 gol (Mattia Destro / 13 gol, Gervinho / 12 gol), Napoli yang mempunyai tiga pemain (Jose Callejon / 20 gol, Gonzalo Higuain / 24 gol, Dries Mertens / 13 gol) dan Juventus yang juga punya tiga pemain yang mengoleksi dua digit gol musim ini (Carlos Tevez / 21 gol, Fernando Llorente / 18 gol, Arturo Vidal / 17 gol). Secara keseluhan di kompetisi Serie A, penyerangan Milan memang lebih buruk musim ini ketimbang musim lalu. Musim ini Milan hanya mampu mencetak 57 gol dari 38 pertandingan, terpaut 10 gol dari total gol musim lalu di Serie A. Padahal, secara peluang, Milan lebih banyak musim ini ketimbang musim lalu. Total peluang mencetak gol Milan musim ini adalah 458 kali, sedangkan musim lalu hanya mencapai 448 angka. Akurasi rata-rata tembakan Milan pun menurun menjadi 44 % setelah mencapai 47 % di musim lalu. 4. Bobroknya Permainan Milan Defense Milan musim ini juga lebih buruk ketimbang musim lalu. Gawang Milan musim ini bergetar 49 kali, lebih banyak 10 gol ketimbang musim lalu. Ini diakibatkan merosotnya angka intersep, clearance, tekel dan urusan duel. Musim lalu, angka intersep Milan mencapai 507 kali dan musim ini Milan hanya melakukan 487 kali intersep. Selisih dalam soal clearance pun menurun drastis ketimbang musim lalu, yaitu 965 kali berbanding dengan 1254 kali clearance yang dilakukan pada musim lalu! Urusan tekel pun Milan mengalami penurunan. Total tekel yang dimenangkan oleh para pemain Milan musim ini hanya mencapai 519 kali dari jumlah 668 kali di musim lalu. Jumlah total tekel yang kalah musim ini pun mencapai angka 701 kali, melejit dari angka musim lalu dimana hanya 491 kali pemain Milan kalah tekel. Duel dengan pemain lawan pun menjadi masalah utama permainan Milan. Musim ini, Milan hanya mencapai angka 47,68 % untuk menang duel dibanding musim lalu yang mencapai angka 52,62 %. Duel udara juga menjadi masalah bagi Milan dimana persentase kemenangan duel udara Milan hanya mencapai 50,50 % dari angka 53,24 % di musim lalu. 5. Rasio Pertandingan Yang Buruk Tumpulnya barisan penyerangan dan bobroknya pertahanan Milan menghasilkan output yang jelas: rasio pertandingan Milan yang buruk, bahkan terburuk untuk beberapa kategori sejak belasan tahun silam dalam kompetisi Serie A. Dengan jumlah kemenangan hanya mencapai 16 kali dari 38 pertandingan, Milan mempunyai rasio kemenangan sebesar 42 %, yang merupakan rasio kemenangan Milan terkecil di Serie A dalam 12 tahun terakhir. Musim lalu, Milan mencapai angka 55 % akibat 21 kemenangan di 38 pertandingan Serie A. Jumlah kekalahan Milan pun mencapai 13 kali musim ini (34 %) yang merupakan rasio kekalahan Milan terbesar sejak 17 musim terakhir di Serie A. Jumlah ini lebih banyak dari musim lalu, dimana Milan hanya menderita delapan kekalahan. Ini juga berefek pada impotennnya Rossoneri ketika melawan tim-tim papan menengah ke bawah ataupun papan bawah. Milan beberapa kali kesulitan untuk mengatasi tim-tim kecil sehingga terpaksa bermain imbang atau bahkan kalah. Milan tercatat dua kali kalah ketika bertandang ke markas dua tim promosi Serie A musim ini, Hellas Verona dan Sassuolo dengan skor 1-2 dan 3-4. Milan juga kalah di markas Udinese dan Atalanta yang berperingkat ke-13 dan ke-11 masing-masing dengan skor 0-1 dan 1-2. Bahkan ketike melawat ke markas dua tim terbawah musim ini, Livorno (peringkat ke-20) dan Bologna (peringkat ke-19), Milan hanya mampu bermain imbang masing-masing dengan skor 2-2 dan 3-3. Ulasan ini pun tiba pada bagian akhir yang menimbulkan beberapa pertanyaan. Apakah Milan bisa membenahi ini semua di musim depan? Apakah Milan bisa bangkit di kompetisi domestik musim depan dengan memanfaatkan absen di kompetisi Eropa layaknya AS Roma musim ini?
Serie a Revolusi Hancurnya Dibalik Rossoneri Milan AC Milan
Ditulis Oleh

BolaSkor

Admin Bolaskor.com.
Posts

11.185

Bagikan