Ketika Pengalaman Bicara
Jakarta – Mimpi Real Madrid mewujudkan La Decima kian dekat setelah membantai juara bertahan Bayern Muenchen empat gol tanpa balas, pada leg kedua semi final di Allianz Arena (29/4). Los Blancos pun melaju ke final dengan keunggulan agregat 5-0.
Cukup adil menyebut hasil ini pantas untuk Madrid. Bayern mendominasi penguasaan bola (70%), seperti yang biasa mereka lakukan. Tapi seperti di leg pertama, Bayern minim penetrasi dan Madrid bisa sangat nyaman menerapkan pressing. Mayoritas ball possesion Bayern juga terjadi di babak kedua, saat para pemain Madrid ‘tak lagi mengayuh pedal’.
Lagi-lagi Ancelotti memenangkan adu strategi lawan Guardiola, dan lagi-lagi serangan balik berhasil mengalahkan penguasaan bola. Cukup aneh melihat Pep tanpa plan B saat opsi utamanya tidak berbuah hasil. Mantan pelatih Barcelona ini seolah terlalu percaya diri dengan kekuatan serangan timnya, tapi juga lupa bahwa lawan yang dihadapi sama-sama berada di level tertinggi.
Saat jumpa pers sebelum pertandingan, Ancelotti mengungkapkan sulit bermain dengan ball possesion jika memiliki pemain depan seperti Cristiano Ronaldo dan Gareth Bale, karena mereka butuh ruang.
Dalam konteks melawan tim sekelas Bayern, mustahil mendapat ruang tanpa counter attack. Sehingga pelatih asal Italia ini tahu benar bagaimana mengeksploitasi pergerakan tanpa bola para penggedornya yang memiliki kecepatan di atas rata-rata, dan ini yang menjadi senjata mematikan kubu Los Merengues ketika punya kesempatan serangan balik.
Madrid praktis hanya menunggu pemain lawan melakukan kesalahan dan kehilangan bola. Tak heran bila jumlah passing mereka di sepertiga pertahanan lawan hanya 49 kali, berbanding 264 milik tuan rumah.
Jenius, karena Madrid sebenarnya bisa unggul lebih dari empat gol, mereka menyia-nyiakan sejumlah peluang bagus. Sementara peluang bersih Bayern sangat terbatas, meski mencatat jumlah tembakan lebih banyak, total 19 kali dengan rincian on target 4, off target 7, blocked 8.
Classy Alonso. Terlepas dari kartu kuning yang membuatnya tak bisa main di final, mantan pemain Liverpool ini kembali menunjukkan kelasnya saat berperan sebagai jembatan antara lini belakang dan depan. Alonso benar-benar menjadi sentral permainan, sosok kunci ketika Madrid melakukan transformasi permainan.
Ancelotti butuh sosok cerdas yang bisa mengubah fungsi tim dari bertahan ke menyerang, dan Alonso memerankannya dengan sempurna. Selama 90 menit di Allianz Arena, Alonso adalah pemain Madrid yang paling banyak mengoper bola. total Alonso melepas 37 passing dan 32 di anataranya sukses.
Akhirnya, pantas menyebut pengalaman Ancelotti-lah yang memenangkan Madrid atas Bayern. Hasil ini benar-benar membuktikan kualitasnya sebagai peracik strategi kelas wahid. Istilah parkir bus boleh saja tersemat pada pilihan strateginya, namun yang terjadi sebenarnya adalah Ancelotti telah menerapkan effective football. Di satu sisi, hasil ini menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi karier kepelatihan Pep yang baru berusia enam tahun.
(data statistik: opta)
11.190
Berita Terkait
Liga Champions: Eksperimen Pep Guardiola Berakhir Petaka untuk Manchester City
Jadwal Live Streaming Liga Champions Manchester City vs Bayer Leverkusen, Tayang Rabu (26/11) Pukul 03.00 WIB
Internal Memanas, Pemain Real Madrid Tak Suka Dilatih Xabi Alonso
Tanpa Kemenangan di Dua Laga Beruntun, Real Madrid Pantang Menyerah
Klasemen Terkini LaLiga 2025/2026: Real Madrid Ogah Biarkan Barcelona Terlalu Lama di Posisi Pertama
Hasil Pertandingan: Real Madrid Imbang, Inter Masih Berada di Bawah Bayang-bayang AC Milan
Link Streaming Elche vs Real Madrid, Senin 24 November 2025
Manchester City Kalah, Pep Guardiola Bungkam soal Wasit
Prediksi dan Statistik Elche vs Real Madrid: Misi Rebut Kembali Puncak Klasemen
7 Pemain Termuda yang Mencetak 400 Gol untuk Klub dan Negara

