Cerita Klasik Euro: Viking Clap Islandia dan Kesuksesan Timnas Portugal pada 2016
BolaSkor.com - Ketika berbicara mengenai Euro 2016 beberapa hal muncul di benak pikiran, mulai dari lagu "This One's for You" yang dinyanyikan oleh Zara Larsson dan berkolaborasi dengan David Guetta, hingga keseruan sepak bola di Prancis.
Prancis terpilih menjadi tuan rumah setelah memenangi persaingan dengan Italia dan Turki. 10 kota digunakan sebagai tempat dimainkannya laga-laga Euro 2016 dan turnamen itu juga jadi momen serba pertama.
Untuk kali pertama sejak 1996, format 24 tim digunakan setelah 16 tim, dan juga untuk pertama kali dalam sejarah turnamen, dua bola resmi digunakan: Adidas Beau yang digunakan di fase grup dan Adidas Fracas untuk fase gugur.
Baca Juga:
UEFA Akan Beri Penghormatan Khusus kepada Beckenbauer di Pembukaan Euro 2024
Euro 2024: Tiket Sesi Latihan Cristiano Ronaldo Dijual hingga Rp14 Juta
Sayang bagi fans tuan rumah, ketika harapan sudah ada di depan mata untuk memenangi trofi Eropa pertama sejak 2000, Prancis gagal memenanginya dan kalah di final. Satu hal menarik lainnya dari Euro 2016 adalah Islandia
Semangat Islandia dan Viking Clap
"Tanya setiap orang Islandia untuk menyebut musim panas terbaik mereka dan itu adalah 2016."
Demikian ucapan legenda Islandia yang pernah membela Chelsea, Eidur Gudjohnsen. Musim panas 2016, di Prancis, memang jadi momen paling bersejarah untuk negara dengan 382.000 penduduk tersebut.
Islandia lolos kualifikasi, melewati fase grup, dan bertahan hingga perempat final. Berada di grup F bersama Hungaria, Portugal, dan Austria, Islandia lolos sebagai runner-up di bawah Hungaria dan di atas Portugal (tanpa pernah kalah).
Di 16 besar, Islandia semakin menarik atensi publik dengan kemenangan dramatis dan mengejutkan atas tim kuat, Inggris. Islandia menang 2-1 dari gol Ragnar Sigurdsson dan Kolbeinn Sigthorsson setelah sempat tertinggal dari gol penalti Wayne Rooney.
"Saya masih merinding bahkan hanya memikirkannya, hanya merasakannya saja," kenang kapten Aron Gunnarsson ketika berbicara kepada UEFA.com beberapa tahun kemudian.
"Anda ingin selalu menghidupkan kembali perasaan itu, dan suasananya luar biasa."
"Kami tidak mendapatkan cukup pujian atas cara kami memainkan pertandingan itu, karena itu mungkin salah satu pertandingan terbaik yang pernah kami mainkan bersama sebagai tim nasional."
Inggris berpikir mendapatkan lawan yang 'mudah' tapi faktanya tidak demikian. Passion, semangat viking ala Islandia membuat mereka sulit dikalahkan, tak peduli seberapa talentanya skuad Inggris.
Viking Clap pun mengembara di Stade de Nice selepas laga berakhir. Trademark itu kemudian menjadi tren yang terkenal di seluruh dunia, saat tim merayakan bersama fans dengan menepuk tangan ke atas seirama.
"Tentu saja tidak ada yang melakukan hal seperti yang kami lakukan, namun sangat menyenangkan melihat semakin banyak negara yang menggunakannya untuk mendukung tim mereka," kata Hilmar Jokull, wakil ketua kelompok pendukung Tolfan yang terkenal di Islandia kepada AFP.
"Kami hanyalah sebuah negara kecil di tengah antah berantah dan kami tidak mengharapkan siapa pun untuk meniru kami – terutama negara-negara dengan populasi lebih dari satu miliar orang."
"Tepuk tangan Viking membuat para pemain bersemangat. Ini memberi mereka kejutan adrenalin."
Cerita cinderella Islandia pada akhirnya berakhir di perempat final. Di hadapan tim tuan rumah dengan segala kualitas yang mereka miliki, Islandia kalah 2-5.
Kendati pada akhirnya tersingkir, Islandia meninggalkan kesan positif di Euro 2016 dan juga tradisi viking clap mereka. Skuad Islandia disambut bak pahlawan saat kembali ke kampung halaman.
Akhir Penantian Portugal
Prancis mencapai final dan menyingkirkan tim kejutan, Islandia, tetapi Euro 2016 bukan untuk mereka. Kendati didukung fans tuan rumah, dewi fortuna tidak tersenyum kepada Prancis yang kalah di final melawan Portugal.
Portugal mencapai final pertama sejak 2004 dan tim dibesut Fernando Santos. Dalam perjalanannya, Portugal lolos 'beruntung' dari fase grup sebagai peringkat tiga terbaik dan finish di bawah Hungaria dan Islandia.
Namun di fase gugur, Portugal bertarung habis-habisan melalui segala rintangan dengan tingkat kesulitan berbeda melawan Kroasia, Polandia, dan Wales.
Portugal menang 1-0 di babak tambahan lawan Kroasia di 16 besar, lalu menang adu penalti 5-3 atas Polandia setelah imbang 1-1 di waktu normal, kemudian menyingkirkan tim kejutan Wales di semifinal dengan skor 2-0.
Di final, Portugal sudah dihadapkan pada cobaan cederanya Cristiano Ronaldo di menit 25 dan digantikan Ricardo Quaresma. Ronaldo tidak pergi begitu saja ke kamar ganti pemain.
Ia berada di area teknik dan seolah menjadi asisten pelatih untuk Santos, memberi semangat kepada rekan setimnya, sampai pada satu momen di menit 109 penyerang Portugal, Eder, mencetak gol dan menjadi pahlawan tak terduga.
"(Sebelum perpanjangan waktu, Ronaldo) mengatakan kepada saya bahwa saya akan mencetak gol kemenangan. Dia memberi saya kekuatan dan energi positif," terang Eder.
Portugal pada akhirnya mengakhiri penantian gelar Euro dan meraihnya untuk kali pertama.
Susunan pemain final Euro 2016:
Portugal (4-1-3-2): Rui Patricio; Raphael Guerreiro, Jose Fonte, Pepe, Cedric Soares; William Carvalho; Joao Mario, Adrien Silva (Joao Moutinho 66'), Renato Sanches (Eder 79'); Cristiano Ronaldo (Ricardo Quaresma 25'), Luis Nani
Pelatih: Fernando Santos
Prancis (4-4-2): Hugo Lloris; Patrice Evra, Samuel Umtiti, Laurent Koscielny, Bacary Sagna; Dimitri Payet (Kingsley Coman 58'), Blaise Matuidi, Paul Pogba, Moussa Sissoko (Anthony Martial 110'); Antoine Griezmann, Olivier Giroud (Andre-Pierre Gignac 78')
Pelatih: Didier Deschamps
Wasit: Mark Clattenburg (Inggris)
Man of the Match: Pepe (Portugal)