Zbigniew "Bello Di Note" Boniek
Polandia memiliki sederet nama pesepakbola handal yang akan dicatat oleh sejarah. Mulai dari Gregorz Lato, Stefan Majewski, Jerzy Dudek, Euzebiusz Smolarek, Wojciech Szczesny, Arthur Boruc, Jakub Blazczykowski, hingga yang teranyar Robert Lewandowski. Sederet nama tersebut merupakan produk asli dari negara yang berada di kawasan Eropa tengah tersebut.
Walau belum merasakan gelar juara dunia, Polandia pernah menjadi sorotan dunia kala dua kali meraih tempat ketiga dalam gelaran Piala Dunia. tahun 1974 di Jerman Barat Polandia tampil impresif mampu menembus partai semifinal. Sayang langkah Elang Putih harus terhenti oleh Jerman Barat lewat gol Paul Breitner dan Gerd Muller. Di perebutan tempat ketiga Polandia mampu mengandaskan Brazil dengan skor tipis 1-0 lewat gol Gregorz Lato.
8 tahun kemudian di tahun 1982 lagi-lagi Polandia mampu menembus fase 4 besar. Namun sayang, Polandia kembali gagal ke partai puncak. Kali ini Italia lewat dua gol Paolo Rossi menit 22 dan 73 menyingkirkan Polandia. Kembali Polandia mampu menjadi peringkat ketiga setelah berhasil mengalahkan Perancis dengan skor 3-2.
Dalam skuat Polandia di Piala Dunia 1974 dan 1982 ada satu nama besar yang juga ikut serta yang mengantar Polandia menjadi ketiga terbaik di dunia. Dialah Zbigniew Boniek, penyerang lubang Polandia yang menjadi momok menakutkan bagi kiper-kiper dunia saat itu. Teknik yang menawan disertai dengan naluri mencetak gol yang buas menjadikan Boniek salah satu penyerang yang begitu ditakuti.
Awal Karier
Lahir di kota Bydgoszcz, sebuah kota di Polandia bagian tengah pada 3 Maret 1956. Boniek memulai kariernya di sebuah klub bernama Zawisza Bydgoszcz. Zibi, Panggilan akrab Boniek, bergabung dengan klub asal kota kelahirannya pada tahun 1966, Kala itu Zibi masih berusia 10 tahun. Bersama Bydgoszcz Zibi ditempa sebagai pemain muda selama 9 tahun hingga menginjak usia 8 tahun di tahun 1975. Kecepatan dan teknik ciamik yang dimilikinya mengundang decak kagum dari klub papan atas Polandia saat itu Widzew Lodz. Di musim 1975-1976 Zibi pun bergabung dengan Lodz di usianya yang ke 19.
Bersama Widzew Lodz Zibi bermain selama 7 musim, kemampuan sepakbola yang luar biasa langsung menjadikannya sebagai pihan utama dalam tim inti. Ia juga turut mengantar Lodz merengkuh gelar Ekstraklasa atau Divisi Utama Polandia selama dua musim berturut, periode 1980-1981 dan 1981-1982. Selama 7 musim total ia bermain sebanyak 172 caps dan mengemas 50 gol.
Permainan cepat dan teknik tinggi yang dimiliki Zibi ternyata dikagumi oleh petinggi rakasa Italia Juventus, Gianni Agnelli. Juventus yang kala itu dilatih oleh pelatih legendari Giovani Trapattoni meminang Zibi di tahun 1982.
La Vechia Signora dan Trofi Eropa
Bergabung bersama Juventus di usia 26 tahun dimana usia produktif seorang pesepakbola menjadikan Zibi piihan utama Trapattoni dalam tim. Zibi bergabung bersama nama-nama besar seperti Michel Platini, Paolo Rossi, Marco Tardelli, dan Gaetano Scirea. Bersama "Si Nyonya Tua" Zibi tampil sebanyak 81 laga dengan torehan 14 gol selama 3 musim.
Zibi yang menjadi salah satu aktor utama kejayaan Juventus kala itu berhasil memberikan 6 gelar bergengsi baik di Eropa maupun domestik. Tahun 1983 Zibi ikut mengantar Juve merebut gelar Coppa Italia. Stahun kemudian ia sukses mengantar Juve keluar sebagai kampiun Serie A Italia. Di tahun yang sama ia juga mengantar La Vechia Signora mrebut gelar Piala UEFA dan Piala Super Eropa. Penampila impresifnya yang mengundang decak kagum sang membuatnya dijuluki Bello di Notte atau dalam bahasa Inggris Beauty at Night oleh pemilik Juventus Gianni Agnelli.
Puncaknya penampilannya bersama Juventus adalah ketika ia berhasil membawa klub asal kota Turin tersebut meraih kejayaan di Piala Champions tahun 1985. Juve meraih gelar juara setelah menyingkirkan wakil Inggris Liverpool dengan skor 1-0. Gol tungggal kemenangan Juve dicetak oleh Michel Platini lewat titik putih di menit 56. Zibi memang tidak mencetak gol dalam pertandingan itu, namun ia menjadi salah satu aktor yang mampu menekan Kenny Dalglish Cs pada pertandingan tersebut.
Boniek juga menjadi saksi tragedi memilukan yang terjadi pada partai tersebut. Peristiwa kelam sepanjang sejarah sepakbola yang terjadi di Heysel Stadium Brussel, Belgia telah merenggut 39 nyawa suporter Juventus. Tragedi tersebut seakan selalu membekas dalam ingatan Zibi betapa dahsyat dan kuatnya magis sepakbola bagi para suporter. Ia pun mendedikasikan kemenangan Juventus untuk para korban tragedi tersebut.
Kejayaan tahun 1985 itu ternyata merupakan bentuk dedikasi terakhirnya bagi Juventus. Di akhir musim 1985 Zibi memutuskan untuk pergi meninggalkan Turin dan hijrah ke Ibuota Italia bersama AS Roma.
Akhir Karier di Ibukota
Pindah ke Ibukota, Zibi juga merasakan bermain dengan sederet nama top kala itu. Carlo Ancelotti, Bruno Conti, Giuseppe Giannini, dan Roberto Pruzzo adalah rekan Zibi kala mengantar Serigala Ibukota merengkuh gelar 1986, atau setahun setelah Zibi bergabung. Zibi bermain bersama Roma selama 3 musim muali 1985 hingga 1988. Bersama I Lupi ia bermain sebanyak 76 laga dan berhasil mencetak 17 gol. di akhir musim 1988 Zibi memutuskan untuk gantung sepatu bersama Roma dalam usia 32 tahun.
Menjadi Pelatih dan Loyalitas Pada Sepakbola
Pensiun dari dunia sepakbola tidak lantas membuat Boniek pergi dari dunia yang membesarkan namanya. Ia juga tidak langsung pergi meninggalkan Italia. Kcerdasan Zibi saat masih menjadi pemain kemudian ia tuangkan dalam dunia kepelatihan. Klub pertama yang diasuhnya adalah Lecce. Sayang kariernya sebagai pelayih tak secemerlang kala ia menjadi seorang pemain. Ia hanya semusim bersama Lecce dan pindah ke Bari di musim 1991-1992. Setelah itu tercatat ia hanya melatih beberapa tim kecil seperti Sambenedettese dan Avellino.
Di tahun 2002 Zibi diangkat menjadi Wakil Ketua Asosiasi Sepakbola Polandia (PZPN). Di tahun yang sama ia juga menjabat posisi sebagai pelatih utama Tim Nasional Polandia. Sayangnya ia hanya menangani Polandia dalam 5 laga. Hasil kurang memuaskan diterima Zibi bersama Polandia di tahun 2002. 2 kali menang 1 kali imbang dan 2 kali kekalahan termasuk saat Polandia dikalahkan tim gurem Latvia di Warsawa.
Tahun 2012 Zibi sebenarnya sempat ditawari untuk menjadi Menteri Olah Raga Polandia, namun Zibi menolaknya dengan alasan tidak memiliki niat untuk jabatan tersebut. Di tahun yang sama akhirnya Zibi memutuskan untuk menduduki posisi Ketua Asosiasi Sepakbola Polandia (PZPN) hingga saat ini. Sepak terjang Boniek mengolah bola akan selalu dikenang para pecinta sepakbola di seluruh dunia, ia pun diberi penghargaan oleh legenda sepakbola Pele sebagai 125 pesepakbola terbaik dunia sepanjang masa.