Wawancara Eksklusif Pemilik Tim Balap: MotoGP Indonesia Tidak Bantu Kemajuan Balap Tanah Air
BolaSkor.com - Jika tidak ada aral melintang, Indonesia akan menggelar MotoGP tahun 2021. Kini para pemangku kepentingan sedang mempersiapkan Mandalika, Lombok, sebagai tempat lomba.
Rencananya bakal dibuat sirkuit jalan raya, yang jika terealisasi, maka MotoGP Indonesia bakal jadi satu-satunya lomba yang berlangsung di trek non permanen.
BolaSkor.com pun berkesempatan mewawancara salah satu pemilik tim asal Indonesia yang sudah malang melintang di ajang Asia Road Racing Championship, Manual Tech, Ibnu Sambodo.
Pade-begitu sapaan akrabnya, membicarakan MotoGP Indonesia, sampai curhat soal sulitnya cari sponsor balap di Tanah Air.
Baca Juga:
Setelah Dimas Ekky, Indonesia Punya Wakil Lagi di Kejuaraan Dunia Balap Motor
Tidak Finis di Moto2 Prancis, Manajer Tim Enggan Mengomeli Dimas Ekky

Indonesia direncanakan akan menggelar MotoGP tahun 2021...
Saya tidak melihat MotoGP di Mandalika ada korelasi dengan kemajuan balap di Indonesia. Karena selama ini, kami juga berjuang sendiri. Untuk pariwisata mungkin bermanfaat.
Maaf, komentar saya mungkin tidak layak dikutip. Tapi saya hanya jujur terhadap kondisi motorsport kita. Kejuaraan Nasional saja tidak ada kepastian tahun ini ada atau tidak.
Menurut Pade, idealnya keterlibatan pemerintah di motorsport seharusnya seperti apa? Mungkin ada contoh?
Mungkin yang paling mudah ditiru Malaysia. Saya tidak tahu ada peran pemerintah atau tidak di Sepang. Tapi Sepang bisa membuat tim di MotoGP. Lalu Petronas juga banyak sponsor ke tim-tim level Kejuaraan Dunia Balap Motor sampai Formula 1. Di sini...
Jadi benar anggapan sangat sulit cari sponsor balap dari Indonesia?
Di Indonesia, tidak mementingkan kompetensi tapi koneksi (tertawa). Tahun ini, saya berusaha cari sponsor untuk Yudhistira di ARRC agar bisa tampil di kelas ASB100, namun gagal.
Untungnya ada tim Singapura yang perlu pembalap. Pembalap Indonesia di kelas tertinggi ARRC saja belum bisa juara umum, baru mentok peringkat tiga. Susah kalau lompat ke kelas yang lebih tinggi. Misalnya Moto2, apalagi MotoGP.
(Klik Halaman Berikutnya untuk Membaca Lanjutan wawancara)
Dimas Ekky Pratama masih sangat kesulitan di Moto2 musim ini...
Dimas sudah melewati usia puncak untuk memulai debut di Moto2. Kecuali dia sudah menjadi juara di Kejuaraan-kejuaraan lain. Mungkin tidak masalah.
Level persaingan di Moto2 memang sangat tinggi...
Contoh paling bagus Anthony West. Di ARRC, levelnya berada di atas pembalap-pembalap Asia. Tapi di Moto2, ia masih kesulitan. Yang sudah juara di ARRC saja seperti Azlan Shah atau Zaqhwan Zaidi saat naik kelas ke Moto2, posisinya sangat jauh. Apalagi yang di ARRC masih peringkat lima ke bawah.

Di kelas AP250 ajang ARRC 2019, tim Manual Tech punya kesempatan besar untuk mengakhiri dominasi Astra Honda Racing Team.
Regulasi AP250 tahun ini ada perubahan. Dua pembalap kami sudah kena aturan rev limiter diturunkan 500 RPM. Semua pembalap yang selisih poin dengan peringkat kelima mencapai 25 poin atau lebih terganjal regulasi ini.
Namun saya nilai skill pembalap kami, Andy Muhammad Fadly di atas rata-rata pembalap AP250. Jadi persaingan bakal sangat ketat.
Anda pernah bilang kelas AP250 tidak bagus untuk menguji dan menggembleng skill pembalap...
Kelas AP250 sedikit merepotkan karena ada perbedaan spesifikasi bawaan motor. Jadi para juara yang naik CBR250 dimanjakan dengan kelebihan motor. Sehingga saat naik ke kelas yang lebih tinggi jadi kaget.
Buktinya, pembalap Thailand (Peerapong) yang tahun lalu di AP250 tidak pernah di depan, begitu naik kelas ke 600 cc, ia juara terus. Sedangkan pembalap yang mengendarai CBR250 dan juara AP250 tahun lalu (Rheza Danica Ahrens) kesulitan untuk bersaing di baris depan.*