Sepenggal Cerita Nicolas Pepe, Bekas Kiper yang Kariernya Nyaris Hancur karena Cokelat
BolaSkor.com - Arsenal membuktikan mereka mau mengeluarkan banyak uang dan anggaran yang cuma 40 juta pounds hanyalah isapan jempol. The Gunners memecahkan rekor pembelian pemain setelah meresmikan kedatangan Nicolas Pepe dengan banderol 72 juta pounds dari Lille.
Selain menjadi pembelian termahal Arsenal, Nicolas Pepe juga menobatkan dirinya sebagai pemain termahal dari Benua Afrika. Sebuah pencapaian luar biasa bagi pemain berusia 24 tahun.
Baca Juga:
Mega Transfer Pepe dan Fernandes: Tak Selalu yang Berkilau Itu Indah
Unai Emery dan DNA Prancis Bikin Nicolas Pepe Pilih Arsenal
Arsenal Resmikan Transfer Nicolas Pepe
Perjalanan karier pemain Pantai Gading kelahiran Prancis itu memang menarik. Di awal perkenalannya dengan sepak bola, Pepe lebih banyak berusaha agar bola tidak masuk ke dalam gawang. Ya, Pepe memang mengawali kariernya sebagai kiper.
Kini Pepe menjejaki karier yang berbeda. Pepe tak lagi bermain untuk clean sheet, kini justru berjuang demi bobolnya gawang, baik itu lewat gol yang diciptakan atau assist.
Dibesarkan di pinggiran Kota Paris, Pepe sejak kecil sudah akrab dengan bola sepak yang selalu ada di kakinya setiap waktunya. Meski sudah memiliki skill mengolah bola, Pepe justru memilih menjadi kiper. Posisi yang dimainkannya hingga remaja.
"Dia sama bagusnya saat di bawah gawang ataupun di lapangan," kenang Guy Fraineau, president FC Paris Solitaires Est, klub pertama Pepe.
"Saat itu kami tidak punya kiper bagus. Jadi dia mengambil posisi itu. Dia menjadi kiper sepanjang musim."
Pada usia 14 tahun, Pepe bersama keluarga pindah ke Poitiers, kota di sebelah barat Prancis. Pepe pindah karena sang ayah, yang merupakan sipir penjara, ditugaskan di sana.
Pepe kemudian bergabung dengan klub lokal Poitiers FC. Di sinilah dia memutuskan melepas sarung tangan kipernya untuk selamanya. Meski begitu Pepe tak menyesali pilihannya menjadi kiper.
"Saya jadi tahu bagaimana pergerakan kiper dalam situasi tertentu. Jadi saya tahu bagaimana menaklukkan kiper dan menempatkan bola," kata Pepe kepada French Football.
Pensiun sebagai kiper, Pepe langsung mencuri perhatian. Direktur Olahraga Poiteers FC saat itu, Philippe Leclerc, mengaku terpukau dengan kemampuan mengolah bola Pepe. Meski punya skill mumpuni, Pepe tak dilirik pencari bakat karena fisiknya yang kurus kering. Tak hanya itu, para pencari bakat juga khawatir dengan perilaku Pepe.
"Kami selalu kedatangan pencari bakat di Poitiers tiap akhir pekan. Tak ada satupun yang mendekati dia," ujar Leclerc kepada Bleacher Report.
"Selain fisik, dia juga punya perilaku yang terlihat terlalu santai. Jadi orang melihatnya sebagai pemain yang tak konsisten dan terkesan malas."
Tak dilirik pencari bakat, Pepe bertahan dan kemudian menjadi pemain reguler di Poitiers, yang saat itu ada di kompetisi kasta kelima Prancis. Pada pertandingan terakhir musim 2012-13, Poitiers harus menghadapi tim cadangan Nantes, klub yang kala itu baru saja menjadi juara Ligue 1. Pada tersebut, Pepe tampil luar biasa dan membawa timnya menang 3-1.
"Dia bermain untuk klub amatir dan belum berusia 18 tahun. Tapi dia menjadi pemain terbaik yang ada di lapangan," kata Leclerc, yang saat ini menjadi direktur rekrutmen di Angers.
"Para pelatih Nantes berdecak kagum melihat talenta seperti itu bermain di level amatir."
Leclerc kemudian merekomendasikan Pepe ke Stephane Moulin, rekan yang juga pelatih kepala Angers. Dan pada 2013, Pepe meninggalkan Poitiers. Di klub barunya, Pepe ada di bawah asuhan Abdel Bouhazama, penanggung jawab tim muda klub. Saat pertama kali tiba, Pepe datang dengan rambut mohawk pirang ala Neymar. Tak pelak, perintah pertama dari Bouhazama kepada Pepe adalah mencukur rambutnya.
"Dia bermain seperti sedang bersama teman-temannya. Seperti saat dia main di jalan atau sekolah," kenang Bouhazama.
"Buat dia, sepak bola hanya permainan, untuk bersenang-senang. Soal statistik, gol, assist, semua itu baru untuk dia."
Di bawah Bouhazama, Pepe acap terkena hukuman karena seringnya berulah. Bouhazama amat sering menerima pengaduan dari guru atau pengawas asrama. Namun, kebadungan Pepe tak berhenti. Bahkan kenakalan itu nyaris membuat kariernya terhenti di tengah jalan. Semua itu hanya karena sepotong cokelat.
Suatu pagi, sebelum latihan. Pepe dan rekan-rekannya memutuskan mampir ke supermarket. Di sana Pepe mengambil sebatang cokelat, memakannya, dan keluar tanpa membayar apa yang sudah ditelannya. Ulah Pepe tersebut terlihat oleh penjaga yang langsung menangkapnya.
Gara-gara sebatang cokelat inilah, sejatinya karier Pepe bisa berakhir karena dia sudah melanggar kontrak. Beruntung Bouhazama bisa membuat presiden Angers, Said Chabane memberinya kesempatan kedua. Sejak saat itu, Pepe tobat.
"Saya yakin dia sangat ketakutan. Impiannya menjadi pemain profesional saat itu bisa berakhir," kata Bouzahama.
"Suatu hari, saya membuat kesalahan. Saya seharusnya sudah dikeluarkan dari akademi," ujar Pepe kepada Onze Mondial.
"Beruntung saya bertemu dengan beliau (Bouzahama). Jika tidak, saya tak ada di sini saat ini," ujar Pepe kali ini kepada France Football, Februari silam.
Momen penting lain dalam perjalan karier Pepe terjadi pada musim 2017-18. Saat itu Pepe direkrut oleh Lille. Di klub barunya itu, Pepe bertemu Marcelo Bielsa, pelatih legendaris Argentina. Saat itu secara kontrovesial, Bielsa menyingkirkan pemain-pemain senior Lille dan merekrut talenta-talenta muda, salah satunya Pepe.
Bielsa memang akhirnya hanya bertahan tujuh bulan di Lille. Namun, tanpa Bielsa bukan tak mungkin Pepe tidak merasakan sepak bola level tertinggi di Prancis.
Lebih beruntung lagi, pengganti Bielsa di Lille adalah Christophe Galtier, yang melanjutkan sentuhan Bielsa dalam diri Pepe. Sebagai catatan, Gaultier adalah pelatih yang membentuk Pierre-Emerick Aubameyang menjadi penyerang tangguh ketika Saint-Etienne.
"Dia membuat saya terkagum-kagum. Dia pasti akan menjadi pemain kelas dunia. Karena dia bisa melakukan apa saja," kata Galtier soal mantan anak asuhnya.
Kini, Pepe akan bermain bersama rekan satu guru, Aubameyang, di Arsenal. Kisah yang bisa saja tak terjadi hanya karena sepotong cokelat.