Secuplik Kisah James Catton, Pionir Jurnalis Sepak Bola
BolaSkor.com - "Saya lebih takut menghadapi satu pena seorang wartawan daripada seribu senjata musuh." Begitulah ungkapan dari panglima perang termasyhur asal Prancis, Napoleon Bonaparte. Dari untaian kata-kata tersebut, dapat ditarik kesimpulan bila menjadi seorang jurnalis bukanlah pekerjaan mudah.
Di dalam dunia jurnalistik, profesi wartawan dapat dibagi ke dalam beberapa kategori. Mulai dari wartawan politik, ekonomi hingga olahraga. Untuk kategori yang terakhir disebutkan, wartawan sepak bola menjadi satu di antara profesi yang paling banyak digeluti.
Dalam perkembangan sepak bola dewasa ini, tentu menjadi jurnalis sepak bola akan mendapatkan beberapa kemudahan dibanding pada era terdahulu. Saat ini, jurnalis dari negara A dapat membuat tulisan pertandingan di negara B berkat kemajuan teknologi.
Akan tetapi, di manakah prolog profesi jurnalis sepak bola dimulai?
Menuju ke kota kecil di Inggris, Preston, pada 1860, Anda akan menemui seorang anak remaja bernama James Catton yang tengah menyelesaikan kuliahnya di bidang kedokteran.
Fakultas kedokteran dipilih bukan berdasarkan keinginan hati Catton, melainkan paksaan dari sang ayah yang menghabiskan sebagian hidupnya mengajar matematika. Namun, dari sinilah cerita sang pionir jurnalis sepak bola akan dimulai.
Pada 1875, Catton menutup kuping dari kemauan sang ayah dan lebih memilih untuk melamar magang di surat kabar Preston Herald. Singkat cerita, Catton mulai terjun di dunia jurnalistik dan kemampuan menulisnya pun berkembang.
Sebagai seorang jurnalis, Catton banyak menghabiskan waktunya untuk bersua politisi senior dan yang paling penting sang pemuda tidak memiliki sekat dengan dunia sepak bola dan kriket yang dicintainya. Sejak saat itu, Catton mulai menulis laporan tentang pertandingan dan asosiasi sepak bola.
Dalam tempo yang relatif singkat, Catton berhasil menjalin relasi dengan beberapa petinggi klub hingga para pemain. Saat itu, Catton dikenal dekat dengan klub sepak bola setempat, Preston North End.

Meski Inggris dikenal sebagai tanah kelahiran sepak bola, namun media di sana belum memberikan perhatian khusus kepada olahraga si kulit bundar. Saat itu, Catton bak berjuang seorang diri meliput pertandingan ke pertandingan.
Pada 1889, Catton memutuskan untuk meninggalkan Preston dan bekerja di Guardian yang berbasis di Nottingham untuk mendapatkan upah yang layak. Dua tahun berselang, Catton membuat berita yang cukup menyita perhatian saat pertemuan Tavern Freemason mendukung profesionalisme sepak bola negeri Ratu Elizabeth tersebut.
Tulisan tersebut juga membuat Catton memiliki hubungan yang erat dengan para pemain pada zaman itu.
Insting jurnalistik Catton kembali membawanya satu tingkat lebih tinggi setelah menentang paham radikal yang menyelimuti pertandingan di Forest's City Ground antara tim-tim dari utara dan selatan Inggris. Pada saat itu, laporan pertandingan yang dibuat Catton seringkali dianggap merugikan oleh beberapa pihak lantaran menyinggung. Namun, goresan pena sang jurnalis tak sedetik pun melambat.
Catton pun menjadi saksi bagaimana para jurnalis sepak bola saat itu belum mendapatkan tempat yang layak saat meliput pertandingan. Pada periode 1891 hingga 1895 setidaknya delapan penulis meninggal akibat kedinginan saat meliput pertandingan.
Catton bereaksi keras menanggapi kejadian tersebut. Walhasil, pihak terkait mulai membuat tempat khusus untuk para wartawan di dalam stadion.
Catton menjadi editor olahraga pertama di media Inggris setelah bergabung ke Sunday Chronicle pada 1891. Tak lama berselang, media-media Inggris mulai mengikuti jejak Sunday Chronicle dengan menempatkan posisi editor olahraga pada bagan redaksi.
Kota Manchester ternyata menjadi jalan bagi Catton untuk mendapatkan pengakuan sebagai jurnalis sepak bola terbaik yang dimiliki Inggris. Sebagai pengakuan atas hal itu, pada 1900, Catton menempati posisi editor yang punya pengaruh besari di Atlantic News.
"Atlantic News adalah suara sepak bola dan kertas suporter sepak bola yang cerdas," ungkap sejarawan, Tony Mason.

Catton menduduki posisi editor dan jurnalis untuk Atlantic News dari 1900 hingga 1924. Pada perjalanannya, para pembaca menuntut lebih banyak konten sepak bola. Namun, itu bukanlah masalah bagi Catton. Dengan cerdik sang jurnalis mempekerjakan beberapa mantan pesepak bola sebagai wartawan.
Hal itu juga dilakukannya sebagai upaya membuat serikat wartawan. "Dia adalah seorang pria kecil dengan turn-out besar," Ernest Edwards.
Untuk menghormati jasanya di bidang jurnalistik olahraga, beberapa pejabat dan pemain di Inggris memberikan sejumlah koin emas untuk Catton saat pensiun. Sebuah simbol yang dapat mencerminkan andil Catton selama berkarier sabagai kuli tinta.
Setelah pensiun, Catton menghabiskan hari-harinya untuk mendidik para calon jurnalis. Satu di antara murid Catton adalah Charlie Buchan, Pria yang kemudian mendirikan Asosiasi Penulis Sepak Bola.
"Ketika saya pindah rumah ke London pada akhir Juli 1925, satu di antara orang pertama yang saya temui adalah Jimmy Catton, mantan editor olahraga Atlantic News. Catton adalah seorang lelaki bertubuh kecil, tidak lebih dari lima kaki. Dia menelepon ke rumah saya untuk wawancara," ujar Charlie Buchan.
"Dia, bagaimanapun adalah penulis terbesar pada zamannya," ungkap Charlie Buchan.
James Catton meninggal pada usia 76 tahun. Namun, hingga saat ini buah dari pemikiran dan kegigihannya masih bisa kita rasakan sebagai penggila sepak bola.
Mungkin, bila Catton tidak memulai, kita tak akan melihat Marcelo Bechler, Guillem Balague, David Ornstein hingga Gianluca Di Marzio memberikan kabar tim yang kita cintai.