Paulo Dybala, Permata Muda Pewaris Takhta Lionel Messi
BolaSkor.com – Lahir di Laguna Larga, Cordoba, 15 November 1993, Paulo Dybala dihadapkan pada dua opsi ketika ditanya timnas negara mana yang ingin dibelanya. Satu adalah Polandia dan satunya lagi Argentina. Dybala punya darah Polandia-Argentina dari ayahnya, Boleslaw Dybala, dan nenek dari pihak ibu yang berasal dari Argentina.
“Ketika saya datang ke Eropa untuk kali pertama, saya ingin paspor Polandia, bukan Italia. Saya tak bisa mendapatkannya karena rekam jejak merah. Tidak ada waktu untuk mencari dokumen,” cerita Dybala dalam video dokumenter yang bisa Anda saksikan di Youtube dengan judul “Paulo Dybala La Joya”.
“Itulah mengapa saya punya paspor Italia. Itu karena keluarga ibu saya. Saya dengan senang hati mewakili keluarga dan kakek saya, tapi saya orang Argentina. Saya selalu bermimpi bermain dengan negara tempat saya lahir. Negeri saya.”
Pilihannya sudah jelas. Di usia 21 tahun, Dybala memilih membela negeri tempat kelahirannya, meski darah Polandia juga ada dalam dirinya.
Boleslaw, sang ayah, pernah bekerja untuk Nazi-Jerman di Perang Dunia II di Krasniow, Polandia. Pasca perang berakhir, Boleslaw tidak memiliki pekerjaan dan ditawarkan kemungkinan pergi ke Argentina. Tanpa koneksi dan tempat untuk dituju, Boleslaw pergi ke Argentina.
Di sana hidupnya jauh dari kemewahan. Jangankan kemewahan, tempat tinggal pun tak dimiliki Boleslaw yang tidur di ladang jagung selama satu-dua pekan. Boleslaw kelaparan hingga berada dalam kondisi sekarat. Beruntungnya, ia sempat menghubungi kolega di Polandia yang kemudian datang menyelamatkannya.
Boleslaw mulai menata hidupnya di Argentina hingga menemukan pujaan hati, Alicia Dybala, dan dari hubungan keduanya, lahirlah Dybala kecil. Didampingi oleh saudaranya, Mariano Dybala, Paulo memulai karier dari akademi Instituto de Cordoba. Dybala tinggal di Italia, namun ia memiliki keluarga yang dapat dikunjungi di Argentina dan Polandia.
Pemain yang juga bisa bermain tenis meja itu menerima julukan La Joya atau Permata ketika seorang jurnalis menganggapnya sebagai berlian muda yang belum diasah. Delapan tahun belajar di akademi Instituto, Dybala promosi ke tim utama pada 2011.
Dalam setahun dia bermain di Instituto, Dybala total mencetak 17 gol dari 40 pertandingan. Dia pemain termuda yang mencetak gol dan mengalahkan rekor Mario Kempes. Setahun sudah cukup bagi pemandu bakat Palermo untuk membawanya ke Italia.
Awal Perjalanan di Eropa
“Kami telah mendapatkan Paulo Dybala – Sergio Aguero baru,” ucap Maurizio Zamparini, Presiden Palermo, pada 29 April 2012. Harga transfernya dirahasiakan, namun, disinyalir berkisar di harga 8,64 juta euro.
Klimaks dari permainan Dybala di Palermo terjadi di musim 2014-15. Duetnya bersama Franco Vazquez, tandem lini depan yang juga berasal dari Argentina, jadi yang terbaik di Serie A. Dybala mencetak 13 gol dan memberikan 11 assists.
Juventus bergerak cepat mengamankannya pada Juni 2015 dengan harga 40 juta euro dan kontrak berdurasi lima tahun. Berlian muda itu terus diasah oleh Bianconeri. Kisahnya bersama Juventus sampai saat ini menjadi cerita indah yang mempopulerkan namanya di Eropa.
Raihan tiga Scudetto, tiga Coppa Italia, dan satu Piala Super Italia tidak lepas dari kontribusi besar Dybala. Permainannya yang elegan menyihir publik dan mendapat pengakuan dari legenda sepak bola Italia, Franco Baresi.
“Dia pemain yang masih sangat muda dengan potensi besar dan masa depannya cerah. Ada perbedaan besar bermain di Palermo dan Juventus. Paulo bergabung dengan tim, tempat di mana dia bisa menunjukkan kemampuannya dan mungkin sangat penting bagi mereka,” ucap Baresi.
Gaya Bermain Dybala
“Paulo punya talenta, dia bermain dengan insting, berkelas, elegan, punya kecepatan, penyelesaian akhir yang keren, permainan yang menghipnotis, dan sepakan spektakuler. Paulo adalah keindahan sepak bola.”
Laman resmi Juventus menuliskan kalimat tersebut di hari jadi ke-25 Dybala. Dengan permainannya tersebut, plus kemampuan yang berpusat di kaki kiri, jangan heran jika Dybala dianggap sebagai suksesor untuk La Pulga, Lionel Messi di timnas Argentina.
Hanya tinggal masalah waktu sebelum Messi gantung sepatu (kini berusia 31 tahun) dan digantikan dengan Dybala. Memang, di usia Dybala saat ini, Messi sudah meraih segalanya dengan FC Barcelona. Jalan keduanya berbeda, tapi, level bermain Dybala juga terus meningkat.
Dybala hanya perlu meningkatkan konsistensi bermain – yang juga diperingati oleh Massimiliano Allegri, karena ia masih sering bagus di satu laga, lalu melempem di laga berikutnya.
Demam Dybala Mask dan Jersey Mesut Ozil
Budaya populer bisa tercipta apabila suatu tren diikuti atau menjadi buah bibir di seluruh dunia. Lantas, apakah Dybala Mask masuk ke dalamnya? Sudah pasti.
Dybala Mask cukup sering diikuti oleh fans sepak bola di seluruh dunia. Cara melakukannya cukup mudah, bentuk tangan menyerupai huruf L, miringkan sedikit dan letakkan tangan di bawah mata atau hidung. Jadilah Dybala Mask.
Masih ingat dengan Husnul Khotimah? Ya, dia adalah guru SD (Sekolah Dasar) Negeri Kretek IV Paguyangan, Kabupaten Brebes, yang pernah jadi viral karena mengikuti Dybala Mask bersama muridnya di kelas.
Namanya terkenal karena ‘hanya’ mengikuti Dybala Mask. Benar pengaruh media sosial sangat besar di balik kepopulerannya itu. Tapi, hal tersebut tidak akan menjadi viral tanpa selebrasi gol ikonik Dybala.
Bukan cuma itu saja keunikan dari sosok Dybala. Ia juga memiliki koleksi jersey bola yang unik dari lawan-lawan yang pernah dihadapinya. Kebanyakan koleksinya berasal dari Argentina semisal: Lucas Biglia, Juan Iturbe, Mauro Icardi, dan Gabriel Paletta. Tapi ia juga memiliki jersey lainnya.
Ada juga nama Rafael Marquez, Miroslav Klose, dan yang paling unik ... Mesut Ozil. Marquez dan Klose masih bisa dimaklumi karena keduanya pernah bermain untuk dua klub Italia, Hellas Verona dan Lazio. Tapi Ozil?
“Ozil ... saya belum bertemunya langsung, teman saya memberikannya kepada saya (jersey Arsenal bertuliskan nomor punggung 11 Ozil),” ucap Dybala seraya memperlihatkan jersey-nya itu.