Ragam Feature Italia Berita

Nostalgia - Tangis Ronaldo Pecah di Stadio Olimpico, Lazio Kubur Mimpi Scudetto Inter Milan

Arief Hadi - Jumat, 14 Februari 2020

BolaSkor.com - 5 Mei 2002, Inter Milan hanya membutuhkan tiga poin tambahan untuk menyegel Scudetto atau titel Serie A 2001-02. Lazio menjadi 'tembok terakhir' dalam upaya Inter mewujudkannya di markas bersama Lazio dan AS Roma, Stadio Olimpico.

Lazio bukan tim yang sama seperti kala mereka juara Scudetto 1999-2000 di bawah asuhan Sven-Goran Eriksson. Pada musim 2001-02 Lazio sudah mengganti pelatih mereka dari Dino Zoff ke Alberto Zaccheroni. Positifnya, Lazio masih bertarung di zona Eropa.

Di pertarungan terakhir dari jadwal Serie A, Lazio dan Inter bentrok di Stadio Olimpico yang dihadari 76.000 suporter. Ini laga yang sulit bagi Lazio besutan Zaccheroni, sebab sebagian besar fans ingin tim mereka kalah dan Scudetto diberikan kepada Inter.

Fans Lazio tidak sudi melihat AS Roma, yang mengalahkan mereka di laga derby dengan skor 1-5, berjaya dan meraih Scudetto. Jelang giornata (pekan) terakhir perolehan poin di tiga besar seperti ini: Inter (69 poin - puncak klasemen), Juventus (68 poin), dan Roma (67 poin).

Baca Juga:

3 Bintang Lazio yang Bisa Menyakiti Inter Milan

Eks Pelatih Juventus Sebut Inter Milan dan Lazio Berpeluang Scudetto

Menanti Asap Putih dari Gianluca Di Marzio

Lazio vs Inter Milan

Tiga tim berpeluang menjadi juara. Fans Lazio melihat laga kontra Inter sebagai kans menyakiti Roma. Apabila Lazio kalah dari Inter, maka Inter akan tetap di puncak klasemen dan memenangi Serie A di atas Juventus dan Roma, tak peduli hasil apapun dari kedua tim itu.

Jika Inter imbang atau kalah, lalu Roma menang di laga terakhir melawan Torino dan Juventus kalah dari Udinese, maka Roma bisa memenangi Serie A. Situasi itulah yang tak diinginkan fans Lazio - wajar (tapi unik) jika mereka justru tak ingin Lazio menang.

Tentu saja, Zaccheroni tak ingin ambil pusing berpikir seperti fans. Kemenangan tetap mereka incar karena Lazio masih bertarung di zona Eropa. Ndilalahnya (kebetulan), Inter besutan Hector Cuper tampil di bawah performa terbaik mereka.

Hector Cuper membesut Inter sejak 1 Juli 2001 setelah sebelumnya klub dilatih Marco Tardelli. Segalanya tampak berjalan positif ketika Christian Vieri mencetak gol di menit 12 dan digandakan oleh Luigi Di Biagio (24'), yang sempat diperkecil Karel Poborsky di menit 19.

Tepat sebelum turun minum, Lazio mendapatkan asa membalikkan keadaan saat Vratislav Gresko, bek Inter, melakukan kesalahan mengoper bola kepada Francesco Toldo. Poborsky merebut bola dan mencetak gol hingga kedudukan sama kuat 2-2.

Di babak kedua Inter tak berdaya. Lazio memanfaatkan momentum dan membalikkan keadaan dengan dua gol tambahan yang dicetak Diego Simeone (55') dan Simone Inzaghi (73'). Lazio menang 4-2, mengunci peringkat enam klasemen dan ke Putaran Pertama Piala UEFA (Liga Europa).

Ronaldo menangis

Inter, dari peringkat satu, turun ke urutan tiga Serie A dan memulai Liga Champions musim depan dari Kualifikasi Putaran Tiga. Tangisan striker legendaris Brasil, Ronaldo, pecah kala itu dan itu sudah menggambarkan segalanya.

Pengakuan Massimo Moratti hingga Kepergian Ronaldo

Inter sudah dalam kondisi yang tidak bagus jelang laga melawan Lazio. Massimo Moratti, Presiden Inter kala itu, sudah melihat gelagat negatif dari skuadnya dan juga sang pelatih, Hector Cuper.

"Banyak rumor dan desas-desus beredar tentang pertandingan itu dan di hari itu. Saya bisa mengatakan dengan pasti bahwa kami (sudah) kalah selama sepekan sebelumnya. Para pemain yang paling representatif terlalu percaya diri untuk menang dan yakin bahwa Lazio akan dengan mudah menyerah," tutur Moratti, dikutip dari Fox Sports Italia.

"Cuper memiliki perasaan negatif, dia mengulangi 'Kali ini saya juga akan kalah'. Jelas dia tidak memberi tahu para pemain, tetapi sikap dan ekspresinya membuatnya jelas. Singkatnya, tidak ada keseimbangan di ruang ganti."

Morrati tidak terima jika hanya Gresko yang menjadi kambing hitam kekalahan Inter dari Lazio. Sikap para pemain juga tidak dalam kondisi tepat pada laga tersebut.

"Saya mencoba melakukan sesuatu, tetapi sekarang atmosfer yang salah telah tercipta. Itu mengganggu saya bahwa semua orang menyalahkan Gresko dan kesalahannya, bahwa permainan itu hilang dari para pemain kunci yang harus menyeret seluruh tim," imbuh Moratti.

Massimo Moratti

Berbeda pendapat dengan Moratti, Zaccheroni justru menilai Cuper salah dalam menerapkan taktik dan tidak memainkan Clarence Seedorf.

"Kala itu Inter yang salah pendekatannya, di beberapa poin saya merasa memberitahu Cuper, dia seharusnya memainkan Seedorf yang setidaknya tahu bagaimana cara membaca permainan," ucap Zaccheroni.

Cuper tidak memainkan Seedorf dan dari bangku cadangan dia menurunkan Emre Belozoglu, Mohamed Kallon, dan Stephane Dalmat.

Siapa sangka, laga ikonik Serie A itu menjadi laga terakhir El Fenomeno bersama Inter yang sudah diperkuatnya dari 1997. Ronaldo tidak punya hubungan yang baik dengan Hector Cuper dan Moratti lebih memilih Cuper ketimbang dirinya.

"Di (Inter) Milan saya sangat senang. Saya merasakan kasih sayang tanpa syarat dari para penggemar dan dari seluruh dunia," ungkap Ronaldo kepada DAZN.

"Kami memiliki Cuper sebagai pelatih, tetapi saya tidak bisa melanjutkan. Saya telah berbicara dengan Moratti dan saya berkata kepadanya 'Entah dia (Cuper) pergi atau saya pergi, kami tidak bisa melanjutkan'."

"Kisah saya dengan Inter berakhir buruk, dia lebih memilih Cuper daripada saya. Kisah saya dengan Real Madrid dimulai di sana."

Ronaldo Inter Milan

Inter barangkali menyesalinya. Pasalnya, Ronaldo setelahnya menjadi juara Piala Dunia dengan Brasil dan menjadi top skor dengan delapan gol. Kisah legendarisnya dengan Real Madrid pun dimulai.

18 tahun berlalu, Inter kembali ke Stadio Olimpico, markas Lazio, dalam lanjutan pekan 24 Serie A, Senin (17/02) dini hari WIB. Berbeda dari 2000, Lazio kini juga memiliki peluang untuk memenangi Scudetto. Mereka di urutan tiga di bawah Inter dan Juventus dengan jarak satu poin.

Bagikan

Baca Original Artikel