Analisis Feature Inggris Berita

Menilik Perbedaan Skuat Muda Chelsea dan Manchester United

Arief Hadi - Minggu, 03 November 2019

BolaSkor.com - Penampilan Manchester United dan Chelsea di Premier League 2019-20 berbeda 180 derajat. The Blues konsisten bermain dan saat ini bersaing di zona Liga Champions, sementara Red Devils masih tetap dalam kesemenjanaan mereka.

Teranyar di pekan 11 Premier League, Manchester United menelan kekalahan 0-1 dari Bournemouth via gol yang dicetak Joshua King. Sebaliknya untuk Chelsea, tim asal London menang dengan skor 2-1 dan memenangi lima laga beruntun di Premier League.

Beberapa hari sebelum pekan 11 Premier League, Man United menyingkirkan Chelsea dengan skor 2-1 di 16 besar Piala Liga yang berlangsung di Stamford Bridge. Pada pertemuan pertama di pekan pembuka Premier League, Man United juga menang dengan skor telak 4-0 melawan Chelsea.

Tapi pada kenyataannya, Chelsea lebih konsisten bermain di Premier League dan Man United tidak demikian. Ini menarik, sebab kedua tim sama-sama mengandalkan pemain-pemain muda di dalam skuat mereka. Pertanyaannya, "Mengapa Chelsea bisa lebih konsisten bermain di Premier League?"

Baca Juga:

Bournemouth 1-0 Manchester United: Mantan Pemain Sakiti Red Devils

Kebangkitan Semu Manchester United

Meski Chelsea Menang, Frank Lampard Kesal dengan VAR

Frank Lampard dan Ole Gunnar Solskjaer

Beberapa waktu lalu Ole Gunnar Solskjaer, manajer United, pernah berkata seperti ini jelang pertemuan melawan Chelsea.

"Chelsea tim yang sangat menarik. Frank punya pemain-pemain yang sudah dipinjamkan selama satu atau dua musim di Championship," kata Solskjaer soal pemain muda Chelsea, dikutip dari Telegraph.

"Perbedaan di antara (tim muda Chelsea) dan pemain-pemain muda saya adalah mereka hampir muncul saat ini ke panggung besar," sambungnya.

Maksud ucapan Solskjaer adalah para pemain muda Chelsea lebih berpengalaman karena telah melalui masa pinjaman, banyak bermain di klub-klub tersebut. Secara tidak langsung, Frank Lampard dinilai merasakan keuntungan dari kebijakan peminjaman pemain Chelsea alias loan army.

Tentu saja, Lampard tidak terima dengan ucapan Solskjaer, sebab menurutnya para pemain muda Manchester United juga cukup berpengalaman.

"Saya tidak tahu, Anda melihatnya satu demi satu (pemain muda). (Marcus) Rashford pemain muda, berapa banyak caps untuk negaranya? (Axel) Tuanzebe dipinjamkan musim lalu dan tampil bagus di Championship," tambah Lampard.

"Dan James datang dan telah jadi rekrutan hebat untuk mereka. Saya pikir kami semua punya pemain-pemain dengan relatif berpengalaman atau tidak. Saya pikir Man United punya banyak pemain bagus."

"Dari segi sistem peminjaman, mungkin ada bebera hasil darinya. Peminjamannya harus tepat, harus untuk klub yang tepat. Saya beruntung punya Mason (Mount) dan Fikayo (Tomori) musim lalu (di Derby County), mereka bagus untuk saya dan semoga saja saya bagus untuk mereka."

Menilik ucapan keduanya, mari sama-sama melihat perbandingan pemain-pemain muda di antara kedua klub tersebut.

(berlanjut di halaman dua)

Peran di Setiap Lini

Tammy Abraham dan Mason Mount

Poin ini bisa jadi kelemahan Man United yang membedakan mereka dengan Chelsea. Tanpa Direktur Olahraga, Man United tidak efisien merekrut pemain dan masih ada kelemahan di beberapa area, contohnya: lini depan.

Tidak ada pengganti sepadan untuk menutupi kepergian Alexis Sanchez dan Romelu Lukaku. Praktis Solskjaer hanya mengandalkan Anthony Martial, Marcus Rashford, dan striker berusia 17 tahun dari akademi, Mason Greenwood.

Di area yang sama, Chelsea, yang dilarang membeli pemain sebagai konsekuensi merekrut pemain di bawah umur, memiliki stok memadai seperti: Tammy Abraham, Michy Batshuayi, dan striker berpengalaman, Olivier Giroud.

Abraham, yang sudah mencetak sembilan gol di Premier League, kembali ke Chelsea tepat pada waktunya setelah sebelumnya dipinjamkan ke Bristol City, Swansea City, dan Aston Villa. Abraham unggul pengalaman ketimbang Greenwood.

Chelsea memiliki pemain-pemain muda yang bermain baik di tiap area. Tomori di belakang, Mount di tengah, dan Abraham di lini depan. Mereka didampingi oleh pemain-pemain berpengalaman seperti Cesar Azpilicueta, Jorginho, Mateo Kovacic, Giroud, Pedro, dan Willian.

Hal itu berbeda dengan Man United. Solskjaer cenderung lebih banyak memainkan pemain-pemain muda dengan dalih filosofi klub, sebab ia tak punya banyak pilihan lain di dalam skuatnya.

Sementara skuat Chelsea-nya Lampard punya kombinasi pemain muda-senior yang bagus, plus Lampard 'dipaksa' menerima situasi tak bisa belanja pemain. Tentu unik melihat Man United, tim yang bisa belanja pemain di bursa transfer, berada di bawah Chelsea dari posisi di klasemen Premier League saat ini.

Pengalaman

Mason Greenwood dan Brandon Williams

Manchester United memiliki Rashford, Martial, Andreas Pereira, Diogo Dalot, Daniel James, Brandon Williams, Timothy Fosu-Mensah, Greenwood, Angel Gomes, Aaron Wan-Bissaka, James Garner, Tuanzebe, Scott McTominay, dan Tahith Chong, sebagai pemain-pemain muda yang diandalkan musim ini.

Sedangkan Chelsea punya Andreas Christensen, Abraham, Ruben Loftus-Cheek, Mount, Callum Hudson-Odoi, Christian Pulisic, Reece James, Tomori, Billy Gilmour, dan Marc Guehi.

Mereka semua pernah dimainkan oleh Solskjaer dan Lampard musim ini. Beberapa di antara mereka punya pengalaman lebih, entah itu dari masa pinjaman atau dari pengalaman bermain di tim utama di musim-musim sebelumnya.

Jadi, Solskjaer tak bisa menyalahkan sistem peminjaman Chelsea, meski faktanya pemain seperti Garner, Williams, Greenwood, Gomes, dan Chong, masih sangat 'hijau' musim ini. Toh faktanya, Mount, Tomori, Abraham, Gilmour, dan Guehi juga baru bermain di skuat utama Chelsea musim ini.

Bukan permasalahan pengalaman melainkan kualitas kedua manajer untuk memaksimalkan potensi pemain-pemain muda tersebut. Lampard tidak lebih lama dari Solskjaer soal pengalaman melatih, namun, kualitas keduanya bisa dilihat dari jejak karier mereka.

Baru memulai karier kepelatihan sebagai manajer Derby County pada musim 2018-19, Lampard sudah nyaris membawa The Rams promosi ke Premier League dan permainan tim terbilang bagus: ofensif dan mengandalkan banyak pemain muda.

Sementara Solskjaer sudah mulai melatih dari 2008, melatih tim cadangan Man United, Molde, Cardiff City, dan tim utama Man United. Namun, kesuksesannya terjadi saat merekrut titel Tippeligaen dua kali dan satu Piala Norwegia.

Tanpa mengurangi rasa respek dengan sepak bola Norwegia, tantangan di Inggris lebih besar. Buktinya, Solskjaer dipecat pada 2014 meski baru sebentar melatih Cardiff. Jadi dalam hal ini, kualitas melatih Lampard dan Solskjaer berbeda.

Bagikan

Baca Original Artikel