Analisis Feature Italia Berita

Mengulas 3 Kekuatan Utama Atalanta: Ukir Sejarah dan Sensasi Ketenaran Cristiano Ronaldo

Arief Hadi - Senin, 27 Mei 2019

BolaSkor.com - 111 tahun berlalu sejak Atalanta didirikan pada 17 Oktober 1907. La Dea (Sang Dewi) - julukan Atalanta - lebih banyak berkutat dengan kesemenjanaan: mapan di papan tengah Serie A, berada di Serie B dan nyaris degradasi.

Intinya, Atalanta hanya tim papan tengah. Kendati demikian, tim papan tengah juga memiliki mimpi besar. Layaknya seorang anak petani yang bermimpi jadi presiden, Atalanta juga menjaga mimpi untuk berada di jajaran tim-tim elit.

Proyek mereka untuk mewujudkan mimpi itu sudah dimulai tiga tahun lalu. Manajemen menunjuk Gian Piero Gasperini sebagai pelatih kepala dan kemudian, staf teknik mereka menggunakan uang dengan bijak di bursa transfer pemain.

Andrea Conti dan Roberto Gagliardini dijual, Atalanta mendapatkan Hans Hateboer, Duvan Zapata, Timothy Castagne, dan Josip Ilicic. Jaringan pemandu bakat Atalanta merekrut pemain sesuai kebutuhan tim dan pada harga yang masuk akal.

Baca Juga:

Ingat Atalanta, di Liga Champions Tak Cukup Hanya Bermodal Semangat

7 Fakta Menarik Setelah Serie A 2018-2019 Berakhir

Hasil Serie A: Atalanta dan Inter Milan ke Liga Champions 2019-2020

Strategi transfer Atalanta itu, di dunia sepak bola modern ini, patut diacungi jempol. Jajaran direksi tahu bagaimana cara membentuk skuat yang dapat menunjang strategi bermain Gasperini dan yang paling penting lagi, para pemain punya hasrat besar berkembang.

Atalanta

Kesabaran dalam menekuni sebuah proses mengantarkan Atalanta pada sebuah ukiran sejarah: lolos ke Liga Champions 2019-20. Pertama kali dalam sejarah klub mereka lolos ke turnamen antarklub terbaik dunia tersebut.

Tak peduli apapun yang terjadi musim depan, entah Atalanta bisa jadi kuda hitam atau kesulitan bersaing di Liga Champions, ukiran sejarah La Dea sangat fantastis musim ini. Sang Dewi benar-benar tersenyum dan melindungi mereka.

"Atalanta cerita dongeng yang sangat hebat. Di urutan tiga klasemen (Serie A), perjalanan yang sangat hebat di Liga Champions, sebuah tim dengan finansial kecil dan acapkali menjual pemain terbaik mereka di bursa transfer. Gasperini manajer terbaik musim ini," ucap analis ESPN, Matteo Bonetti.

Atalanta tidak terkalahkan di liga dalam tiga bulan terakhir, mengakhiri musim di tiga besar dalam kurun waktu 58 tahun, dan mereka sukses meraih poin dari tim-tim seperti: Juventus, Inter Milan, Napoli, AS Roma, dan AC Milan.

Rekor gol juga mereka ciptakan melalui catatan 77 gol yang bahkan lebih baik dari Juventus, juara Serie A delapan kali beruntun. Sensasi Atalanta musim ini tidak kalah populer dari narasi keberadaan Cristiano Ronaldo di Serie A bersama Juventus.

Megabintang asal Portugal peraih lima titel Liga Champions itu dibeli dari Real Madrid seharga 100 juta euro dan punya gaji bersih 31 juta euro - setara Rp 500 miliar.

Sementara Atalanta, dikutip dari La Gazzetta della Sport per September 2018, mengeluarkan 27 juta euro atau setara Rp 435 miliar untuk membayar skuat tim.

Pada beberapa kesempatan, pembicaraan soal kejutan yang dihadirkan Atalanta dengan mencapai final Coppa Italia - menyingkirkan Juventus, bersaing di papan atas klasemen, hampir setara porsinya dengan pemberitaan CR7. Menarik.

Lantas, apa yang menjadi kekuatan utama Atalanta di musim ini? Mereka telah jadi tim penganggu papan atas beberapa musim lalu, tapi, tidak sehebat sekarang ini. Berikut ulasannya.

Percaya dengan Gasperini

Gian Piero Gasperini

Masih terbenak di pikiran betapa yakinnya Inter dengan kapasitas Gasperini ketika mereka merekrutnya pada 2011, setelah sebelumnya sang pelatih melatih Genoa medio 2006-2010 dan sukses mengembangkan tim dengan pemain semisal: Diego Milito dan Thiago Motta.

Jose Mourinho, eks pelatih Inter, sampai berkata bahwa Gasperini lawan yang memberinya kesulitan tingkat tinggi di Serie A. Sayang, Inter, yang masih dipimpin Massimo Moratti dan belum sepenuhnya beranjak dari treble di era Mourinho, tidak sabar dengan Gasperini.

Alih-alih memberikannya waktu untuk menanamkan filosofinya, Gasperini dipecat setelah Inter melalui lima laga tanpa pernah menang. Nama Gasperini hilang pasca dipecat Inter. Dia sempat berkelana di Palermo (2012-2013) dan Genoa (2013-2016), sebelum tiba di Bergamo.

Di sana, Antonio Percassi, Supremo Atalanta, punya sikap yang berbeda dari Moratti. Percassi sudah percaya akan kapasitas Gasperini sejak awal dan terus meyakininya, bahkan itu di momen buruk.

"Aku tidak mempunyai keraguan sedikit pun terhadap Gasperini. Ia adalah pelatih kita, pelatih terbaik yang bisa kita miliki, dan dia tak tersentuh. Sekarang mari kita lihat bagaimana cara kalian beraksi," ucap Percassi.

Dalam kurun waktu tiga tahun Gasperini mengembangkan Atalanta seperti halnya tiga tahun Maurizio Sarri di Napoli: sama-sama menanamkan filosofi sepak bola ofensif.

Menurut penulis FourFourTwo, BBC, dan ESPN, James Horncastle, apa yang dilakukan Gasperini selayaknya 'menentang hukum gravitasi'.

Percassi membuat keputusan tepat setelah tim mengamankan tempat di Liga Champions. "Pelukan saya untuk Gasperini, untuk seumur hidup. Itu sudah diberikan dan dia akan masih ada di sini musim depan," tuturnya.

Menentang Hukum Gravitasi ala Gasperini

Gian Piero Gasperini

Pelatih berusia 61 tahun melandaskan kekuatannya dengan formasi tiga bek. Pakem dasarnya 3-4-3 dengan variasi 3-4-1-2 atau 3-4-2-1. Dikulik dari Whoscored, serangan Atalanta berdasarkan penguasaan bola, serangan di kedua sisi sayap, dan kemampuan merebut bola dari penguasaan lawan.

Kemampuan terkuat mereka ada pada kemampuan mengonversi peluang jadi gol, serangan sayap, menciptakan peluang dari kemampuan individu, dan kembali dari posisi tertinggal (mentalitas kuat).

Atalanta tahu bagaimana cara melakukan tekanan kepada lawan dalam fase bertahan dan menciptakan peluang melalui serangan bertubi-tubi. Blair Newman memberikan analisis menarik yang dimuat di Tifo Football.

Atalanta bertahan dengan menerapkan counter-pressing (menekan lawan dan melakukan serangan balik) yang berdasarkan pada man to man marking (penjagaan satu lawan satu). Hebatnya, ketika melakukan itu, Gasperini tak mau mengibah bentuk pertahanan timnya.

"Man-to-man marking yang dilakukan Gasperini bukanlah sesuatu yang dilakukan di sepakbola Italia pada era 60-an dan 70-an – ada penekanan untuk mempertahankan bentuk pertahanan," ucap Newman.

"Maka, saat penyerang lawan bergerak ke sisi yang berbeda, ia tidak akan terus diikuti agar pertahanan Atalanta tidak bentuk pertahanan secara koheren. Namun, untuk ukuran saat ini, taktik itu masih tergolong radikal."

Gian Piero Gasperini

Jadi, Atalanta tidak bertahan persis seperti cara Jurgen Klopp di Liverpool ketika melakukan tekanan kepada lawan yang menguasai bola. Tiap pemain Atalanta tidak melulu melakukan tekanan kepada lawan.

Misalnya, bek tengah di antara dua bek lainnya (dalam taktik tiga bek) bisa menjadi spare-man (menjaga zona) atau marker (menjaga lawan satu lawan satu) bergantung kepada jumlah penyerang di kubu lawan.

Kala menyerang pun Atalanta punya filosofi serangan yang eksplosif. Selain memanfaatkan lebar lapangan, Atalanta tahu persis bagaimana meramaikan kuantitas pemain di kotak penalti.

"Timnya selalu memanfaatkan lebar lapangan, mengubah permainan dari sisi ke sisi untuk menciptakan overload. Mereka bisa melakukan umpan-umpan horisontal secara terus menerus." tambah Newman.

"Namun, umpan-umpan itu dilakukan untuk membuka celah di dalam struktur pertahan lawan yang kemudian dapat dieksploitasi dengan operan diagonal yang bersifat penetratif.”

Permainan itulah yang menjadi alasan mengapa Atalanta bisa menang telak 3-0, 4-0, atau bahkan 4-3, sebab, Gasperini tidak melarang bek-bek Atalanta naik membantu serangan dan coba mencetak gol. Tak diragukan lagi, Gasperini otak kesuksesan Atalanta.

Pemain-pemain Kunci

"Gian Piero Gasperini penghibur hebat yang membuat sejarah dengan klub," ucap Paolo Bandini, penulis Guardian. "Selamat kepada Atalanta atas musim yang hebat. Jelas tim memperlihatkan brand terbaik dari tim teknik sepak bola," tambah Arjun Pradeep, penulis Guardian lainnya.

Gasperini dan Atalanta tidak akan mencapi fase ini tanpa pemain-pemain kunci di dalam skuat tim. Kolektivitas jadi kekuatan utama Atalanta, namun, beberapa pemain di antaranya cukup menonjol penampilannya.

Trio Alejandro "Papu" Gomez, Duvan Zapata, dan Josip Ilicic, jadi tiga sumber kekuatan Atalanta di depan. Ilicic mencetak 12 gol dan memberi tujuh assists di Serie A, Gomez tujuh gol dan 11 assists, dan Zapata 23 gol serta tujuh assists.

Duvan Zapata

Zapata jadi nama yang tak terduga. Eks Napoli dipinjamkan dari Sampdoria dan sempat tidak diperhitungkan berada di antara striker-striker top yang merebutkan gelar top skor.

Nyatanya, penyerang Kolombia berusia 28 tahun menjalani musim terbaiknya di Serie A. Tidak sekedar tajam mencetak gol, pergerakan lincah Zapata kerapkali sulit dihentikan lawan-lawannya.

Sementara Ilicic dan Gomez - sama-sama berusia 31 tahun - memperlihatkan pengalaman hebat mereka bermain di Italia. Keduanya menjadi pengatur serangan sekaligus pencetak gol di lini depan.

Di tengah ada duo Belanda, Marten de Roon dan Hans Hateboer, yang sudah memainkan 35 laga di Serie A. De Roon menjadi metronom permainan di tengah, lalu Hateboer menjadi bek sayap kanan yang bermain disiplin.

Selain nama-nama tersebut, ada juga Remo Freuler, Robin Gosens, Rafael Toloi, Jose Luis Palomino, Andrea Masiello, dan Pierluigi Gollini, yang kerapkali menghiasi susunan pemain awal Gasperini di Atalanta.

Bagikan

Baca Original Artikel