Kisah Luis Felipe Monti, Pemain yang Berlaga di 2 Final Piala Dunia dengan Negara Berbeda
BolaSkor.com - Jika saya bertanya berapa banyak pemain yang telah berlaga di putaran final Piala Dunia secara berturut-turut mungkin Anda akan menyebutkan lebih dari 10 pemain. Namun, jika saya mengganti pertanyaan menjadi berapa banyak pemain yang berlaga di final Piala Dunia dengan dua negara yang berbeda mungkin Anda akan balik bertanya kepada saya apakah pertanyaan tersebut keliru.
Jika Anda tidak tahu jawabannya, pemain tersebut adalah Luis Felipe Monti. Pemain yang membela Argentina pada final Piala Dunia pertama tahun 1930 dan kemudian mencapai final bersama Italia empat tahun berselang.
Luis Felipe Monti lahir di Buenos Aries pada 15 Mei 1901 dan memulai karier sepakbolanya di klub lokal, Huracán, sebelum pindah ke Boca Juniors. Ketika itu, tak banyak yang mengira jika pemain yang baru berusia 20 tahun tersebut akan menjadi pemain bintang di masa depan.
Luis Monti dikenal sebagai gelandang yang serba bisa. Dia mampu menjadi gelandang serang ataupun bermain sedikit ke belakang. Dengan fisiknya yang baik dan kejelian dalam membaca permainan Monti menjadi langganan masuk starting lineup.
Selain menjadi pesepak bola, Monti juga berkerja di pemerintahan. Namun, dengan gaji hanya 200 US dollar per bulan, kehidupan Monti jauh dari kata mewah.
Bakat Monti akhirnya terdengar ke telinga pelatih tim nasional Argentina, Angel Vazquez. Sang pelatih memutuskan untuk memanggil Monti untuk memperkuat La Albiceleste pada tahun 1924. Empat tahun berselang, Monti menjadi kunci keberhasilan Argentina meraih medali perak di Olimpiade.
Pada putaran final Piala Dunia pertama yang berlangsung di Uruguay, Monti dianggap sebagai satu di antara pemain tengah terbaik asal Amerika Selatan dan komponen penting di timnas Argentina. Monti menjadi bintang pada pertandingan pertama dengan mencetak gol semata wayang kemenangan Argentina atas Prancis.
Setelah itu, laju Argentina tak terhentikan dengan melibas Meksiko 6-3 dan Chile 3-1. Adapun pada laga final La Albiceleste bertemu Uruguay. Pada saat itu, Uruguay menjadi raksasa di dunia sepak bola dengan merengkuh medali emas Olimpiade 1924 dan 1928.
Menjelang final, ada desas-desus bahwa Monti mengalami cedera pada saat bertanding pada fase grup dan kian memburuk ketika melawan Amerika Serikat di semifinal. Namun, setelah berbagai pertimbangan, Monti tetap bermain pada laga final.
Pertandingan berlangsung pada 30 Juli 1930 di Estadio Centenario, Montevideo, dan dilihat lebih dari 68.000 penonton, dengan sebagian besar di antaranya bermimpi tuan rumah mencatatkan sejarah dengan menjuarai Piala Dunia pertama.
Pertandingan berlangsung menarik. Kedua tim saling jual beli serangan. Namun, mimpi Monti untuk membawa
negaranya mencatatkan sejarah harus pupus setelah pertandingan berakhir dengan skor 4-2 untuk kemenangan Uruguay.
Setelah ingar bingar Piala Dunia mulai mereda. Monti muncul dengan mengungkapkan jika dirinya mendapatkan ancaman. Monti menuturkan keluarganya akan dibunuh jika Argentina tidak mau mengalah.
“Pada babak pertama, ketika Argentina memimpin 2-1, mereka mengatakan jika Argentina tidak kalah, mereka akan membunuh saya nenek dan bibi saya," ujar Monti.
Mungkin, akan sangat mudah untuk mengatakan jika seorang pemain tidak boleh terpengaruh pada hal di luar lapangan. Namun, pada saat itu, supremasi hukum belum berdiri setegak sekarang. Selain itu, banyak pemain Argentina lainnya yang mendapatkan ancaman serupa meski tak spesifik seperti apa yang dialami Monti.
Monti hengkang ke Eropa dan bergabung dengan Juventus pada 1932. Pada saat itu sang pemain diiming-imingi dengan gaji hinga 5.000 US dollar per bulan serta fasilitas lainnya sepeti mobil, rumah dan bonus.
Rupanya, Italia memang sengaja ingin Monti memperkuat timnas karena pada saat itu sepak bola sangat erat kaitannya dengan politik. Italia yang dikenal sebagai negara fasis ingin unjuk gigi di bidang olahraga dengan memenangi Piala Dunia yang berlangsung di negaranya sendiri.
Tidak jelas apakah persyaratan untuk mengambil kewarganegaraan Italia merupakan bagian dari kesepakatan, tetapi apa pun yang terjadi, Monti pindah ke Turin dan menjadi warga negara Italia dan memenuhi syarat untuk bergabung dengan Azzurri.
Pada awal kedatangannya di Juventus, Monti sempat mengalami masalah kelebihan berat badan. Ia melakukan beberapa latihan khusus guna mengurang bobot tubuhnya.
Keputusan Juventus untuk memboyong Monti tak sia-sia. Menjadi kapten La Vecchia Signora, Monti membawa Juventus merengkuh scudetto empat kali berturut-turut pada musim 1932-1935. Selama sembilan tahun berkarier di Turin, Monti mendulang 20 gol. Catatan tersebut cukup apik mengingat posisinya sebagai seorang gelandang.
Sementara itu, Monti pertama kali mendapat panggilan untuk memperkuat timnas Italia pada era Vittorio Pozzo. Monti mengambil andil yang besar dalam formasi andalan sang allenatore yakni 3-2-3-2. Dengan formasi tersebut, lini tengah menjadi fokus permainan di mana Monti memang dikenal piawai memerankannya.
Di perempat final, Italia menghadapi timnas Spanyol yang penuh dengan nama-nama bintang. Pemain ikonik dari Semenanjung Iberia seperti Bosch dan Langara dan Ricardo Zamora. Namun gol tunggal Giuseppe Meazza membawa Azzurri melenggang ke final.
Pada babak semifinal, Italia bersua Austria yang terkenal memiliki permainan yang terstruktur dan etos kerja yang baik. Ketika itu, Austria dikenal dengan taktik menyerang dan dianggap sebagai pionir dari Total Football. Namun, Austria tak mampu membendung Giuseppe Meazza dan kawan-kawan yang memenangi pertandingan dengan skor
1-0.
Pertandingan final berlangsung pada 10 Juni 1934, tetapi pada satu hari sebelumnya, sebuah telegram tiba di hotel timnas Italia yang bernada ancaman. Bunyinya, Italia harus berhasil mengalahkan Cekoslowakia jika tidak mereka akan menemui ajal.
"Kemenangan atau kematian tuan-tuan. Orang Italia harus memukul dan lawan harus jatuh. Semoga besok berhasil menang. Jika tidak, kematian."
Hari berikutnya, menjelang pertandingan, Puccini's Himno al Sole dimainkan di depan 55.000 penonton - terutama mengenakan kaos hitam fasis - dan lagu itu dinyanyikan paduan suara. Hal itu cukup menggambarkan betapa pentingnya pertandingan tersebut dengan sisi lain yakni ancaman yang bikin jantung berdetak kencang.
Pada saat timnas Italia sedang bersiap di ruang ganti, sebuah pesan kembali ditunjukan kepada para pemain. "Anda bertanggung jawab untuk keberhasilan. Namun, ketika Anda gagal, semoga Tuhan membantu Anda," demikian isi surat tersebut.
Ancaman tersebut kembali mengusik hati Monti. Sang pemain tak habis pikir menerima ancaman ketika memperkuat dua negara berbeda. "Di Uruguay mereka akan membunuh saya ketika menang. Namun, di Italia mereka akan membunuh saya ketika kalah," ujar Monti.
Beruntung bagi Monti dan kolega. Italia mampu memenangi pertandingan dengan skor 2-1. Setelah itu, para pemain timnas seolah-olah menjadi raja. “Kami diizinkan untuk meminta apa pun yang kami inginkan: wanita, uang, perhiasan, mobil, rumah. Kami adalah manusia istimewa di Italia,” kenang Monti.
Setelah semua itu berlalu. Luis Felipe Monti mencatatkan sejarah sebagai pemain pertama yang mampu mencicipi dua final Piala Dunia dengan negara yang berbeda. Sesuatu hal yang sulit terulang pada dunia modern. Kini, Anda sudah tahu bukan jawaban dari pertanyaan siapa pemain yang pernah berlaga di dua final Piala Dunia dengan dua negara yang berbeda?