Sosok Feature Berita

Ketika Pablo Escobar Menyuntikkan Narkoba ke Sepak Bola Kolombia

Johan Kristiandi - Senin, 27 Juli 2020

BolaSkor.com - Pablo Emilio Escobar Gaviria dikenal sebagai satu di antara pemimpin kartel narkoba paling besar sepanjang sejarah. Tidak hanya mengirim narkoba dari Kolombia ke Amerika Serikat, Escobar juga mampu menyuntikkan narkoba ke dunia sepak bola.

Pablo Escobar dikenal dengan berbagai wajah. Ia adalah pengedar narkoba, pembunuh, penyuap, pemeras, dan otak di balik serangan bom.

Akan tetapi, bagi sebagian masyarakat Kolombia, Escobar adalah orang suci. Ia menjadi simbol penolong bagi orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Bahkan, bendera dengan gambar wajah Escobar berkibar di pintu masuk permukiman orang miskin di Medellin.

Lebih lanjut, gaung kebaikan hati Escobar menyebar ke seluruh penjuru negeri. Menurut penjual di jalanan Medellin, stiker Escobar "Pablito" lebih laku daripada gambar Yesus Kristus, Hello Kitty, atau The Simpsons. Bahkan, ada kumpulan gambar Pablo Escobar edisi anak-anak.

Baca juga:

Marcelo Bielsa, 'Orang Gila' yang Siap Goyang Dominasi 'Anak Metal' di Premier League

Jadon Sancho yang Muda, Pemberani, dan Pembuka Jalan Pemuda Inggris di Eropa

Nostalgia - Ketika Luis Figo Menjadi Pemain Termahal, Pengkhianat, dan Galacticos Pertama

Pablo Escobar (Fourfourtwo)

Walakin, penolakan untuk Escobar juga lahir dari berbagai penjuru. Banyak yang menuding kebaikan Escobar hanyalah topeng dari kejahatan yang dilakukannya.

Rodrigo Lara Restrepo, Anak menteri kehakiman, Lara Bonilla yang terbunuh mengatakan citra Escobar yang bak orang suci adalah contoh dari kemenangan budaya populer yang semu.

Akan tetapi, memang sulit ditepiskan El Patron memiliki pengaruh besar pada Kolombia. Ia menguasai dunia bawah tanah, pemerintahan, dan polisi. Bahkan, Escobar juga ikut campur pada sepak bola, olahraga yang digemarinya.

"Pablo mencintai sepak bola. Sepatu pertamanya adalah sepatu bola. Dia meninggal dengan menggunakan sepatu bola," ujar saudara perempuan Escobar, Luz Maria, dalam film dokumenter, The Two Escobars.

Pablo Escobar lahir di keluarga seorang petani dan guru. Ia memiliki masa kanak-kanak yang jauh dari kekurangan. Namun, kekejamannya sudah terlihat sejak dini. Ia melakukan kejahatan kecil bersama sang saudara, Roberto.

Pada pertengahan 1970-an, Escobar menyadari penyelundupan Narkoba adalah bisnis terbaik untuknya. Ia pun menjadi aktor di balik tingginya popularitas kokaina di Floria, Amerika Serikat. Kabarnya, Escobar memasok 80 persen kokain di Amerika. Hasilnya, Escobar diprakirakan pernah memiliki kekayaan hingga 50 miliar dollar Amerika Serikat.

Prinsip Escobar dalam melindungi bisnisnya sangat sederhana. Perak atau timah selalu menjadi andalannya ketika bernegosiasi. Artinya, jika tidak mau disuap, orang tersebut akan mati.

Pablo Escobar bermasalah ketika terlalu banyak uang. Pemerintah Amerika mulai mencium tidak tanduk Escobar di dunia persilatan.

Pada akhirnya, Escobar memilih jalur yang unik. Ia berperan sebagai Robin Hood modern dengan menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk kegiatan sosial. Escobar membantu orang miskin, membangun sekolah, dan membuat perumahan untuk orang tidak mampu.

Selain itu, Escobar juga membuka keran pengeluarannya untuk sepak bola. Aksi kebajikan favoritanya adalah menciptakan lapangan sepak bola di daerah kumuh.

Pablo Escobar (Daily Star)

"Dia fokus pada kemurahan hati di masyarakat. Di lingkungan kami, Pablo menyumbangkan lampu sorot dan perlengkapan sepak bola," tutur Luz Maria.

Alexis Garcia, Chicho Serna, Rene Higuita, Chonto Herrera, dan Pacho Maturana adalah beberapa pemain internasional Kolombia yang menikmati lapangan sepak bola Pablo Escobar.

"Saya sangat miskin. Namun, lapangan menjadi penting bagi kami. Saya merasakan hidup yang sempurna," kenang Chonto Herrera yang mencatatkan 61 penampilan untuk timnas Kolombia.

Pernyataan tersebut didukung oleh Leonel Alvarez yang membukukan 101 caps bersama Cafeteros. "Semua orang berbicara tentang siapa yang menyumbang lapangan. Dia dikritik karena menjadi raja obat bius. Namun, kami merasa beruntung mendapatkan hadiah," ungkap Alvarez.

Pablo Escobar pun mulai mencium potensi menjadikan sepak bola sebagai ladang pencuncian uang. Roberto yang memiliki julukan sang akuntan memberikan lampu hijau untuk rencana Escobar tersebut.

Pablo Escobar tidak melempar jala terlalu jauh. Ia memilih klub kota kelahirannya, Atletico Nacional Medellin, sebagai tempat mencuci uang. Escobar ingin menyulap Atletico Nacional sebagai tim terbaik di Amerika Selatan.

Pria berkumis tebal itu tidak pernah masuk dalam susunan manajemen Atletico Nacional. Namun, sudah menjadi rahasia umum Escobar yang ada di belakang kemudi.

"Masuknya uang narkoba ke sepak bola memungkinkan kami memboyong pemain asing yang hebat," ujar Maturana, manajer Nacional dari 1987 hingga 1990.

"Itu juga membuat pemain terbaik kami tidak hengkang. Level permainan meningkat. Orang-orang melihat kondisi kami dan mengatakan Escobar terlibat. Namun, mereka tidak pernah bisa membuktikannya.

Pablo Escobar juga berinvestasi di rival sekota Nacional, Deportivo Independiente Medellin (DIM). Escobar sering terlihat berada di tribun Estadio Atanasio Girardot ketika DIM sedang bertanding.

Terjunnya Escobar ke dunia sepak bola juga diikuti beberapa kartel lainnya. Rekan Escobar, Jose Gacha "El Mexicano" menanamkan saham ke Millonarios yang berbasis di Bogota. Sementara itu, rival Escobar, Miguel Rodriguez Orejuela, yang memegang tongkat komando kartel Cali, menyuntikkan uangnya ke klub America de Cali. Era sepak bola narcos pun datang.

Meski sudah mengarah ke sisi bisnis, Pablo Escobar tidak pernah lupa dengan kesenangan murni yang dihasilkan sepak bola. Escobar secara rutin mengadakan pertandingan persahabatan di rumahnya melawan tim yang dipilih El Mexicano.

Para pemain datang dengan senang hati karena mendapatkan uang yang tak sedikit. Para kartel pun sering bertaruh hingga lebih dari 1 juta dollar untuk memanaskan pertandingan.

Penggawa Nacional, Andres Escobar, dikabarkan tidak nyaman karena harus tampil untuk penyelundup narkoba. Apalagi, sebagian besar gaji yang diterima dihasilkan dari kegiatan yang menyalahi aturan. Namun, pemain lainnya memilih menutup mata dan telinga.

Keberadaan Pablo Escobar juga menghadirkan prestasi untuk Nacional. Puncaknya, mereka memenangi Copa Libertadores setelah mengalahkan klub asal Paraguay, Olimpia, di laga final.

Nacional kalah 2-0 pada leg pertama di Asuncion. Tak pelak, misi sulit dihadapi Nacional yang tampil di depan sang pemilik.

Dengan diperkuat Andres Escobar dan Rene Higuita, Nacional tampil menekan sejak awal pertandingan. Hasilnya, gol bunuh diri dan gol Albeiro Usuriaga membuat agregat menjadi sama kuat 2-2. Pertandingan pun dilanjutkan ke babak tos-tosan.

Pada akhirnya, Nacional menjadi pemenang pada babak adu tendangan penalti. "Saya memberi tahu mereka untuk berhenti sebentar karena penjaga gawang melakukan pergerakan lebih awal," kenang Maturana.

Kemenangan tersebut disambut euforia yang luar biasa. "Pablo melompat dan berteriak dengan setiap gol," kata Jhon Jairo Velasquez Vasquez, alias Popeye, tangan kanan Escobar yang melakukan lebih dari 200 pembunuhan untuk kartel.

"Saya tidak pernah melihatnya gembira. Biasanya, dia adalah balok es," sambungnya.

Kemudian, para pemain Nacional dipanggil ke peternakan miliknya untuk berpesta. "Para pemain datang untuk mengambil bonus. Bagi Pablo, para pemain bukan komoditas. Mereka adalah teman. Itu melampaui uang karena dia ingin para pemain bahagia," kata Jaime Gaviria.

Atletico Nacional (Daily Star)

Namun, kejahatan juga tetap menyelimuti setiap bisnis Escobar, termasuk sepak bola. Escobar merasa dicurangi wasit, Alvaro Ortega, ketika DIM menghadapi America de Cali. Desas-desusnya, ketika itu Ortega disuap Kartel Cali.

Tidak lama setelah pertandingan, Ortega ditemukan tak bernyawa. "Wasit terang-terangan telah merampok kami. Pablo mengatakan kepada kami untuk menemukan dan membunuhnya," ungkap Popeye.

Kabar tersebut menjadi pukulan bagi para pemain. Mereka menyadari nyawa berada dalam ancaman selama kartel masih menggurita di sepak bola.

"Ketika kembali ke rumah usai pertandingan, saya mendengar wasit dibunuh. Kami mati rasa. Kami tahu ada banyak hal yang terjadi dengan pemilik. Mereka sangat tenang. Namun, ketika menjadi pemain bola, Anda tidak tahu terlalu banyak," kata gelandang DIM, Oscar Pareja.

Bisnis Pablo Escobar memproduksi dan mengirim narkoba mulai terganggu campur tangan Amerika Serikat. Ketakutan terbesar pria bertubuh gempal itu adalah diekstradisi ke Amerika.

Untuk menghindari itu, Escobar membunuh sejumlah orang yang mendukung ekstradisi pengedar narkoba. Menteri kehakiman, Lara Bonilla, dan petinggi partai Liberal, Luis Carlos Galan, menjadi korban.

Escobar juga pernah meledakan pesawat karena ingin membunuh penerus Galan, Cesar Gaviria, yang diyakini ada di dalam penerbangan. Namun, sang raja narkoba keliru karena Gaviria tidak mengikuti penerbangan tersebut. Seratus nyawa melayang pada aksi Escobar saat itu. Gaviria yang akhirnya menjadi presiden pun berjanji akan mencabut Narkoba sampai ke akarnya.

Escobar tentu tidak tinggal diam. Ia melancarkan berbagai aksi teror agar pemerintah Kolombia mengurungkan niat melakukan ekstradisi kepada pengedar narkoba. Bahkan, Escobar bersedia masuk jeruji besi dengan syarat membangun penjaranya sendiri.

Menurut Escobar, dengan berada di penjara bikinannya, ia tidak akan dikirim ke Amerika Serikat dan tetap bisa mengendalikan bisnis. Selain itu, Escobar telah memikirkan matang-matang agar penjaranya justru bak hotel bintang lima yang dilengkapi lapangan sepak bola. Escobar menyebut penjara tersebut sebagai La Catedral.

Apa yang diinginkan Escobar akhirnya disetujui Gaviria. Menariknya, para penjaga penjara pun merupakan orang-orang pilihan Escobar.

Kabarnya, para pemain tim nasional Kolombia dan artis papan atas ada di daftar pengunjung penjara. Di sana, mereka berpesta dan bermain sepak bola di kerajaan yang berlabel penjara milik Escobar.

Pada 1991, La Catedral medapatkan kunjungan dari tamu yang tak biasa. Sang pencetak gol tangan Tuhan, Diego Maradona, memenuhi undangan Escobar. Konon, Maradona mendapatkan bayaran tinggi untuk datang ke penjara.

Diego Maradona (Fourfourtwo)

"Saya berkata: 'apa yang terjadi? Apakah saya ditangkap? Tempat itu seperti hotel mewah'." kata Maradona. "Saya tidak membaca koran atau melihat televisi. Jadi, saya tidak tahu siapa dia. Kami bertemu di kantor dan dia menyukai permainan saya. Saya dan dia memiliki kemiripan yaitu menang karena kemiskinan," tambah sang legenda.

"Kami mengadakan pertandingan dan semua orang menikmatinya. Malam harinya, kami mengadakan pesta bersama gadis-gadis terbaik yang pernah saya lihat dalam hidup saya. Itu terjadi di penjara! Saya tidak memercayainya. Kemudian, ketika pagi, dia membayar saya dan mengucapkan selamat tinggal."

Pablo Escobar dikenal punya hubungan erat dengan Higuita, penjaga gawang timnas Kolombia, yang punya gaya eksentrik. Higuita pun pernah ditangkap polisi yang ingin mengorek informasi mengenai Escobar.

"Mereka hanya bertanya soal Pablo. Dia selalu merawat orang miskin dan membangun lapangan. Namun, dia juga bertanggung jawab atas perang yang mengerikan," terang Higuita.

"Saya memiliki kesempatan mengucapkan terima kasih kepadanya. Saya pikir, saya tidak melanggar hukum."

Pablo Escobar ternyata tidak bisa berlindung selamanya di La Catedral. Pemerintah menduga Escobar melakukan pembunuhan di dalam penjara. Walhasil, pasukan militer merangsek masuk ke dalam penjara untuk menangkap Escobar.

Escobar yang menghadapi situasi itu memilih melarikan diri. Namun, dalam pelariannya, ia tidak melupakan sepak bola dengan mendengar pertandingan kualifikasi Piala Dunia melalui radio kecil.

"Saya bisa merasakan pasukan mendekat dan saya ketakutkan. Saya mulai mengokang M16 yang saya pegang. Namun, Pablo berkata: 'Popeye, Kolombia mencetak gol!' Sepak bola adalah kegembiraannya," ungkap Popeye.

Akan tetapi, Pablo Escobar tidak bisa menyaksikan timnas Kolombia berlaga di Piala Dunia 1994 Amerika Serikat. Pada Desember 1993, Escobar ditembak mati kepolisian di Medelin (44 tahun).

Kematian Escobar tak hanya menghadirkan kekacauan di dunia narkoba, sepak bola pun ikut terkena imbasnya.

Pada Piala Dunia 1994, Chonto Herrera terbunuh dalam kecelakaan mobil. Kemudian, Barrabas Gomez meninggalkan timnas setelah mendapatkan ancaman untuk tidak bermain.

Puncaknya, bek muda Nacional, Andres Escobar, yang melakukan gol bunuh diri melawan Amerika Serikat sehingga menyudahi laju Kolombia di Piala Dunia ditembak mati.

Escobar ditembak 12 kali dengan pistol kaliber 38mm di sebuah klub malam di Kolombia pada 2 Juli 1994. Sambil menembak, sang pelaku berseru gol-gol-gol dengan aksen seperti komentator pertandingan. Selain itu, saksi juga sempat mendengar pelaku penembakan meneriakkan: "for the own goal, hijueputa!"

Polisi pun menangkap Humberto Castro Munoz yang diyakini orang suruhan kartel narkoba pimpinan Santiago Gallon. Escobar dibunuh karena Gallon mengalami kerugian besar usai kalah taruhan.

Pemakaman Escobar dihadiri sekitar 120 ribu orang. Sementara itu, Castro Munoz mendapatkan hukuman 43 tahun. Meskipun, ia bisa menghirup udara bebas pada 2005.

Sepupu Escobar, Gaviria, menyatakan Escobar tidak akan pernah terlibat dalam kematian Andres Escobar. "Tidak ada yang terjadi atas perintah Pablo. Dia punya aturan," sebut Gaviria.

Setelah kematian Escobar, banyak pemain bintang yang menolak bermain untuk tim nasional. Posisi Kolombia pun di peringkat FIFA merosot dari peringkat keempat menjadi peringkat ke-34 dalam tiga tahun.

Sementara itu, kehilangan modal membuat Nacional membutuhkan 11 tahun untuk memenangi gelar liga berikutnya. Sedangkan, tim asal Kolombia tak ada yang mengangkat trofi Copa Libertadores hingga Once Caldas melakukannya pada 2004.

Suka tidak suka, Pablo Escobar memiliki pengaruh besar untuk sepak bola Kolombia. Berawal dari kegemaran pada olahraga 11 lawan 11 tersebut, Escobar memajukan sepak bola di tanah kelahirannya, meski dengan cara yang salah. Kematian Escobar menghadirkan awan hitam bagi sepak bola Kolombia.

Bagikan

Baca Original Artikel