Kala Arrigo Sacchi Mengkritik Sikap dan Performa Buruk PSG di Liga Champions
BolaSkor.com - Pecinta sepak bola sejati haruslah mengenal sosok Arrigo Sacchi. Inovator dan revolusioner taktik sepak bola yang mengenalkan sepak bola ofensif di Italia, ketika di eranya masih menganut paham catenaccio - filosofi bermain yang mengedepankan pertahanan kokoh sebelum menyerang dengan efisien.
AC Milan asuhan Sacchi di medio 1987-1991 disebut sebagai salah satu skuat terhebat di dunia. Sacchi juga dianggap salah satu pelatih terbaik dunia sepanjang masa. Jadi, ketika Sacchi berbicara, maka omongannya akan didengar laiknya mendiang guru sepak bola, Johan Cruyff.
Termasuk, ketika Sacchi mengkritisi performa buruk serta karakter bermain Paris Saint-Germain (PSG), di leg kedua 16 besar Liga Champions melawan Real Madrid. Pasca memperlihatkan penampilan hebat di leg pertama yang berlangsung di Santiago Bernabeu, PSG tiba-tiba menjadi anti-klimaks dan sepenuhnya bermain di bawah kontrol Madrid.
Hal tersebut sangat disayangkan Sacchi, karena ia memprediksi adanya agresivitas dan intensitas bermain tinggi yang diperlihatkan PSG, mengingat mereka bermain di kandang dan memegang rekor unbeaten di sana selama 51 laga beruntun - sebelum kalah dari Madrid. Plus, ambisi besar untuk sukses di Liga Champions.
Alih-alih melakukannya, PSG seperti halnya "anak baru" lainnya di ajang Liga Champions: tidak memiliki mental, tak punya karakter bermain, dan cenderung kalah sebelum berperang. Ini jelas bukan salah pelatih PSG, Unai Emery, karena timnya memang tidak bekerja semestinya. Absensi Neymar karena cedera jelas bukan alasan di balik performa buruk tersebut.
"Sikap mereka (PSG kala melawan Madrid) sangat mengecewakan. Saya mengharapkan agresivitas dan intensitas lebih dari mereka. Saya tidak tahu apa yang terjadi dalam benak pikiran mereka. Apa yang saya katakan adalah, saya selalu mempertimbangkan Emery sebagai pelatih yang sangat bagus, jadi ini meninggalkan satu pertanyaan," kata Sacchi menjelaskan.
"Apakah para pemain mengikutinya (instruksi Emery)? Ini seperti skrip film. Jika skripnya buruk maka aktor yang hebat saja tidak cukup untuk membuat film yang bagus. Seorang pelatih harus diikuti timnya. PSG juga telah banyak mengeluarkan uang, tapi itu saja mungkin takkan cukup bagi mereka. Mereka tak punya sejarah hebat di Eropa. Jadi, jika mereka ingin benar-benar memenanginya, mereka butuh rencana dan gagasan jelas," terangnya, diberitakan Marca, Sabtu (10/3).
Kartu merah yang diterima Marco Verratti saat melawan Madrid bisa mewakili mental PSG di Liga Champions. "Saya melihatnya (Verratti) tumbuh dan berkembang sejak berusia 17 tahun, dan ketika saya menyaksikan sikapnya itu (kontra Madrid): Anda tidak bisa bersikap seperti itu. Jika Anda melakukannya, maka akan ada masalah," imbuh Sacchi.
Terakhir, Sacchi memberikan sarannya kepada PSG, apabila mereka masih bermimpi menjuarai Liga Champions. Alangkah bagusnya, jika kekuatan uang yang mereka miliki, digunakan untuk merekrut pemain seperlunya di posisi yang dibutuhkan pelatih, ketimbang menghabiskannya hanya untuk membeli satu pemain (Baca: Neymar yang dibeli dari Barca sebesar 222 juta euro).
"Saya juga tidak berpikir, Anda bisa mengatakannya sebagai proyek bagus ketika Anda menghabiskan, uang seperti yang dilakukan kepada Neymar, karena Anda butuh organisasi bermain yang bagus sebelum dapat berkembang. Terpenting adalah klub meraih kemenangan, melalui visi, kompetensi, peraturan, dan pilihan, hanya dengan ini sebuah tim akan terbentuk," pungkas Sacchi.