Analisis Tottenham 3-1 Chelsea: Kunci Kemenangan dengan Mematikan Pergerakan Jorginho
BolaSkor.com – Selalu ada yang pertama untuk segalanya. Chelsea merasakan kekalahan pertama musim ini di seluruh kompetisi kala takluk 1-3 dari rival sekota, Tottenham Hotspur, di pekan 13 Premier League yang berlangsung di Wembley, Minggu (25/11).
Tiga gol Tottenham dicetak oleh Dele Alli, Harry Kane, dan Son Heung-min, yang diperkecil gol Olivier Giroud di penghujung laga. Berkat tambahan tiga poin Tottenham naik ke peringkat tiga dengan raihan 30 poin, sementara Chelsea turun ke peringkat empat dengan perolehan 28 poin.
“Kami harus mencoba melakukan sesuatu, karena kinerja defensif hari ini adalah bencana. Tidak hanya garis pertahanan, fase bertahan, pemain ofensif yang ditekan sangat buruk. Gelandang tidak bertahan dengan baik, dan garis pertahanan sebagai konsekuensinya adalah bencana,” cetus Sarri.
“Kami terkejut karena hari ini mereka bermain dengan 4-3-1-2. Tapi setelah lima menit situasinya sangat jelas. Dalam 25 atau 30 menit pertama, kami memiliki banyak masalah membuat bola keluar dari setengah area kami. Dari segi serangan balik, Tottenham adalah tim paling efisien di Eropa.”
Sebuah peribahasa mengatakan, mundur selangkah untuk maju satu, dua, tiga langkah. Kekalahan itu barangkali bagus bagi Sarri untuk memahami kekurangan dan kelemahan yang ada pada timnya, sebab Tottenham, di balik kemenangan mereka, memberikan pelajaran berharga untuk mantan pegawai bank itu.
Terlepas dari pengusaan bola dominan Chelsea sebanyak 61 berbanding 39 persen Tottenham, Chelsea memiliki titik lemah dari sisi ketergantungan kepada Jorginho. Metronom lini tengah The Blues selalu dijaga oleh satu-dua pemain Tottenham agar tidak leluasa mengembangkan permainannya.
Jorginho juga manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan. Tekanan (pressing) tinggi dari pemain Tottenham acapkali memaksanya salah mengoper bola dan menjadi awal mula serangan balik Tottenham.
Kala situasi itu terjadi, N’Golo Kante, Mateo Kovacic, dan Jorginho sudah tertinggal satu-dua langkah dari pemain Tottenham yang sudah berada di sepertiga pertahanan Chelsea.
Everton sedianya sudah memperlihatkan titik lemah Chelsea itu pada 11 November lalu. Mereka sukses menahan imbang Chelsea di Stamford Bridge tanpa gol karena mampu meminimalisir pergerakan pemain berusia 26 tahun itu.
Ditambah fakta, bahwa Sarri sudah terkenal sejak masa kepelatihannya di Napoli sebagai pelatih yang jarang merotasi pemainnya, Jorginho yang selalu bermain reguler di Chelsea terlihat kelelahan.
Son bisa dengan mudah melewatinya ketika melakukan sprint, mendribel bola melewati David Luiz dan mencetak gol ketiga Tottenham.
Jorginho bisa menjadi kunci permainan gemilang Chelsea sepanjang musim ini karena peran sentralnya di lini tengah. Dia adalah penghubung permainan dari lini belakang ke depan dan memiliki visi bermain dengan operan yang akurat.
Ketika pemain berdarah Brasil-Italia itu tidak leluasa memainkan permainannya itu, maka permainan Chelsea juga ‘mati’. Jorginho hanya melepaskan 52 percobaan operan dan 43 di antaranya sukses mencapai rekan setimnya, dengan tingkat akurasi terendah mencapai 82,69 persen.
Catatan itu jadi statistik terendah Jorginho di satu pertandingan. Alli menjadi ‘sambungan tangan’ Mauricio Pochettino dengan instruksi khususnya menjaga Jorginho. Hasilnya pun terlihat jelas dari perbandingan statistik keduanya.
Dele Alli: 82 menit bermain, satu gol dan satu assist, 84 persen operan ofensif, tiga kali melepaskan tendangan, enam kali merebut penguasaan bola, dua operan kunci, 13 kali melakukan sprint.
Jorginho: 90 menit bermain, tanpa gol dan assist, 55 persen operan ofensif, tanpa tendangan, lima kali merebut penguasaan bola, satu kartu kuning, dan enam kali melakukan sprint.
“Mereka (Chelsea) punya manajer baru, mereka sampai saat ini telah tampil sangat baik, dan dia (Jorginho) bagian besar darinya dengan mengawali permainan dari belakang dan menguasai penguasaan bola,” ucap Alli soal Chelsea dan Jorginho.
“Dia jelas sekali pemain yang sangat bagus dan suka menerima bola, dan kami tahu itu. Kami pikir kami bisa menghentikannya. Kami ingin merebut bola di pertahanan mereka, jadi saya dekat dengannya sebisa mungkin untuk memastikan kami dapat melakukannya.”
Tottenham malah bisa mencetak lebih dari tiga gol jika penyelesaian akhir mereka bisa lebih sempurna lagi dan Kepa Arrizabalaga, kiper Chelsea, bermain buruk. 18 percobaan tendangan, sembilan tendangan tepat sasaran dan tiga di antaranya menjadi gol. Tidak buruk, Tottenham.
Sementara Chelsea hanya diberi kesempatan dua kali melepaskan tendangan tepat sasaran dari total 13 percobaan.
Titik Lemah Chelsea Bukan Cuma Jorginho
Tidak perlu bertele-tele, David Luiz pantas disalahkan sepenuhnya atas dua gol Tottenham yang tercipta ke gawang Kepa. Kala gol Kane terjadi, bola sepakan yang datangnya tidak keras malah dihindari oleh Luiz. Ia memilih menghindar dan tidak memblok bola yang notabene sudah jadi tugas utamanya.
Barangkali Luiz berpikir Kepa akan menangkapnya. Tapi, pemikiran itu tidak dapat diterima sepenuhnya karena Kane, penendang bola, punya tingkat efisiensi tinggi dalam mengonversi peluang jadi gol. Jadi, seharusnya Luiz memblok bola, bukan menghindar selayaknya itu tendangan dari Cristiano Ronaldo.
Lalu, di gol ketiga Tottenham yang dicetak Son, Luiz begitu mudahnya dilewati penyerang Korea Selatan itu dan menjadi meme di sosial media. “Tidak berada di posisi yang tepat, hanya melihat bola, pelanggaran yang tidak perlu. Benar-benar pertahanan yang buruk,” ujar netizen di Twitter soal performa Luiz.
Pemberitaan soal kebangkitan performa Luiz di bawah asuhan Sarri pun jadi terkesan overrated. Melihat penampilannya saat melawan Tottenham seolah membangkitkan nostalgia ketika Jerman mencukur Brasil di Piala Dunia 2014 dengan skor 7-1 – Luiz bermain di laga itu.
Solusi Ada di Bursa Transfer Musim Dingin
Menyoal urusan bek, Sarri sedianya punya Andreas Christensen yang bisa coba lebih banyak dimainkan agar ia bisa tampil bagus seperti di bawah asuhan Antonio Conte musim lalu. Jadi, masalah di pertahanan masih bisa ‘diakali’.
Lain halnya dengan sektor di lini depan Chelsea. Sudah cukup habis kesabaran publik melihat penampilan angin-anginan Alvaro Morata dan jarang dimainkannya Olivier Giroud.
Bukti bahwa Sarri sempat memainkan Eden Hazard sebagai false nine adalah fakta, bahwa ia tidak sepenuhnya percaya dengan penyerang-penyerang yang dimilikinya. Solusi paling realistis bagi Chelsea adalah mendatangkan penyerang anyar Januari mendatang.
Striker itu haruslah memenuhi kriteria yang diinginkan Sarri: tajam, pandai mencari ruang, aktif bergerak, dan berkontribusi dengan pola serangan Chelsea.