Sosok Analisis Feature Timnas Piala Dunia Internasional Berita

Akira Nishino, Pelatih Konservatif dan Guru bagi Sepak Bola Thailand

Arief Hadi - Senin, 09 September 2019

BolaSkor.com - Tidak ada lagi nama Milovan Rajevac atau Sirisak Yodyardthai saat timnas Thailand melawan Indonesia dalam lanjutan laga grup G Kualifikasi Piala Dunia 2022 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Selasa (10/9) malam WIB. Wajah baru di area teknis Thailand adalah sosok pelatih asal Jepang, Akira Nishino.

17 Juli 2019, FAT, Federasi Sepak Bola Thailand, secara mengejutkan menunjuk pelatih berusia 64 tahun sebagai pelatih kepala timnas Thailand U-23 dan juga senior. FAT mendobrak tradisi Thailand yang tidak pernah dilatih pelatih asal Jepang.

Layaknya kebanyakan negara Asia Tenggara yang lebih memercayai talenta pelatih lokal, karena bisa memahami bahasa dan kultur sepak bola setempat, Thailand pun demikian. Pelatih asing yang melatih Thailand bisa 'dihitung dengan jari'.

Baca Juga:

Tekanan Lebih Sedikit, Simon McMenemy Sebut Mentalitas Timnas Indonesia Sudah Membaik

Timnas Thailand Tak Alami Masalah dalam Adaptasi di Indonesia

Chanathip Songkrasin: Timnas Indonesia Lawan yang Tidak Mudah di Hadapan Suporternya

Peter Schnittger, Dettmar Cramer, Werner Bickelhaupt, Winfried Schafer, Burkhard Ziese (Jerman), Carlos Roberto (Brasil), Peter Withe, Bryan Robson (Inggris), dan Rajevac (Serbia), merupakan beberapa contoh pelatih asing yang melatih Thailand.

Ditunjuknya Nishino sebagai pelatih dari U-21 hingga senior memperlihatkan niatan FAT bekerja sama dengannya dalam jangka waktu panjang. Ini artinya, pelatih kelahiran Saitama, 7 April 1955, diberi waktu untuk menanamkan filosofinya di Thailand.

Akira Nishino dan timnas Thailand

Dua bulan melatih Thailand, Nishino belum sepenuhnya menanamkan gagasan sepak bola yang dimilikinya kepada Siwarak Tedsungnoen dan kawan-kawan. Belum menyatunya permainan mereka bisa dilihat kala mereka ditahan imbang tanpa gol oleh Vietnam di laga pertama grup G dan laga dilangsungkan di Thailand.

Salah satu pemain senior dalam skuat Thailand, Chanathip Songkrasin, memahami kesulitan yang dialami Thailand dalam proses adaptasinya dengan gagasan bermain Akira Nishino.

"Pelatih-pelatih Jepang dikenal karena kedisiplinan mereka. Tapi, dia (Nishino) punya waktu terbatas untuk bekerja dengan tim dan kami masih butuh waktu untuk belajar (mengenal) satu sama lain," ucap Chanathip.

"Saya senang bekerja dengannya. Dia punya teknik (melatih) modern dan fokus dengan kerja sama tim," lanjut pemain yang bermain di klub Jepang, Hokkaido Consadole Sapporo.

Simon McMenemy, selaku pelatih Timnas Indonesia, juga memahami proses adaptasi Thailand di era Nishino. Kendati demikian, Simon sama sekali tidak berpikir 'mudah' mengalahkan Thailand setelah Indonesia kalah 2-3 dari Malaysia.

Simon McMenemy (Foto: BolaSkor.com/Hadi Febriansyah)

"Thailand masih transisi di bawah pelatih baru seperti saat melawan Vietnam, tetapi tetap berbahaya pemainnya. Masih ada Chanathip. Ada pula Supachok (Sarachat). Kita tonton pertandingan dia bersama Buriram (United)," ucap Simon di situs resmi PSSI.

Menilik catatan head to head kedua tim, Thailand dan Indonesia sudah bertemu 67 kali sejak 1957 dengan catatan 25 kemenangan dan 38 kekalahan untuk Indonesia. Dalam dua laga terakhir Indonesia kalah. Wajar jika Simon mewaspadai Thailand, negara kuat di level sepak bola Asia Tenggara.

Satu hal pasti, Nishino tidak akan meminta anak-anak asuhnya untuk bertahan dan mengandalkan serangan balik di SUGBK. Nishino, menurut John Duerden dalam tulisannya di ESPN, pelatih yang konservatif seperti Jose Mourinho, namun keduanya punya pandangan yang berbeda akan sepak bola.

Akira Nishino dan Filosofi Sepak Bola Jepang

Jose Mourinho konservatif dengan keyakinannya akan hasil adalah segalanya. Tidak peduli dengan cara main timnya, The Special One akan memprioritaskan hasil akhir, tak peduli meski itu dengan cara bermain bertahan, mengandalkan serangan balik, dan 'mengharamkan' sepak bola ofensif.

Mourinho melawan opini publik soal sepak bola yang seharusnya menghibur dengan permainan ofensif. Itu konservatif ala The Special One. Nishino berbeda lagi.

Latar belakang karakter dan kedisiplinan ala Negeri Sakura menempel erat di benak pikiran Nishino. Dia kukuh bertahan dengan filosofi sepak bola Jepang yang identik dengan: permainan ofensif, operan bola pendek dari kaki ke kaki, dan lincah dalam pergerakannya.

Timnas Jepang pernah dibawanya ke-16 besar Piala Dunia 2018. Kendati kalah 2-3, Jepang membuat Belgia 'keringat dingin' melalui kegigihan dan kecerdasan bermain mereka.

Jepang unggul 2-0 terlebih dahulu via gol Genki Haraguchi dan Takashi Inui, sebelum Belgia memanfaatkan keunggulan postur tubuh dan berbalik menang 3-2 via gol Jan Vertonghen, Marouane Fellaini, dan Nacer Chadli.

Meski kalah, pecinta sepak bola dunia memberi apresiasi tinggi kepada perjuangan Jepang dan cara mereka bermain. Nishino langsung mengubah permainan Jepang dalam kurun waktu dua bulan setelah menggantikan pelatih asal Bosnia Herzegovina, Vahid Halilhodzic.

Nishino juga sosok yang memimpin tim Jepang memenangi laga melawan Brasil - yang berisikan Ronaldo, Roberto Carlos - dengan skor 1-0 di Olimpiade 1996. Kemenangan ini dinamakan dengan istilah "Miracle of Miami" di Jepang atau "Keajaiban di Miami".

Akira Nishino di tahun 1996

Di level klub, Nishino menjadikan Gamba Osaka sebagai kekuatan yang mengerikan di Asia pada medio 2002-2011. Klimaks dari masa kepelatihannya di sana terjadi ketika mempersembahkan titel Liga Champions Asia pada 2008.

Di tahun yang sama, Nishino beradu taktik dengan Sir Alex Ferguson, manajer Manchester United, di ajang Piala Dunia Antarklub. Tim asuhan Nishino kalah 3-5 dari Man United - yang masih diperkuat Cristiano Ronaldo, Wayne Rooney - di fase semifinal. Gamba kalah namun cukup menyulitkan Red Devils.

Gamba Osaka vs Manchester United

Seluruh pengalaman itu menjadikannya salah satu pelatih top di Asia. Melawan Nishino di SUGBK, kemudian di laga tandang, seharusnya bisa jadi pengalaman berharga bagi Simon McMenemy dan Timnas Indonesia.

Indonesia dan Thailand, dua negara yang memulai segalanya dari titik nol di era pelatih baru, akan berusaha meraih tiga poin setelah tampil mengecewakan di laga pertama grup Kualifikasi Piala Dunia 2022.

Nishino dengan gagasan bermain yang jelas dan McMenemy dengan variasi taktik yang dimilikinya. Momentum Thailand atau Indonesia akan dimulai di SUGBK.

Bagikan

Baca Original Artikel