7 Tim Debutan Liga Champions yang Berhasil Lolos ke Fase Gugur
BolaSkor.com - Perjalanan Atalanta di Liga Champions 2019-20 mengajarkan satu hal: jangan pernah menyerah mengejar mimpi. Terseok-seok di fase awal penyisihan grup C, Atalanta berhasil lolos dari 'lubang jarum' dan lolos ke fase gugur.
Keberhasilan Atalanta lolos ke-16 besar semakin spesial karena di musim ini, tim asuhan Gian Piero Gasperini, menjalani debutnya di Liga Champions untuk kali pertama dalam sejarah tim. Atalanta mendampingi Manchester City ke-16 besar di atas Shakhtar Donetsk dan Dinamo Zagreb.
Perjuangan Atalanta yang menjadi 'anak bawang' Liga Champions dan lolos ke-16 besar patut diberi apresiasi. Tapi, Atalanta tidak sendirian. BolaSkor.com telah merangkum tujuh tim debutan yang pernah melakukan hal yang sama seperti Atalanta. Siapa saja?
Baca Juga:
Undian 16 Besar Liga Champions, Mengintip Calon Lawan Sang Juara Bertahan
Menilik Klub Peserta 16 Besar Liga Champions 2019-2020
Pelatih Ungkap Resep Sukses Atalanta Melaju di Liga Champions dan Catat Rekor
1. Leicester City (2016-17)
Bukan musim terbaik Leicester City. Usai menjuarai Premier League, The Foxes mengalami 'jet lag' di musim 2016-17 dan kepayahan bermain di kompetisi lokal dan Eropa. Kepergian N'Golo Kante mengawali penurunan performa tim.
Claudio Ranieri dipecat di tengah musim dan digantikan oleh Craig Shakespeare. Kendati tampil inkonsisten, Leicester mampu keluar sebagai pemuncak klasemen grup G di atas Porto, Copenhagen, dan Club Brugge.
Perjalanan Leicester di Liga Champions cukup baik. Mereka lolos dari 16 besar dengan mengalahkan Sevilla dengan agregat gol 3-2. Akan tapi di perempat final, langkah mereka disudahi oleh tim yang lebih berpengalaman: Atletico Madrid. Atletico menang agregat gol 2-1 dan mengakhiri mimpi Leicester.
2. Gent (2015-16)
Berada di grup H Liga Champions bersama Zenit Saint Petersburg, Valencia, dan Olympique Lyonnais. Siapa sangka, Gent mampu keluar sebagai runner-up grup di bawah Zenit melalui tiga kemenangan, satu hasil imbang, dan dua kekalahan.
Gent memanfaatkan dengan baik laga kandang mereka dengan dua kemenangan dan sekali imbang. Sayang, perjalanan Gent berakhir di 16 besar karena mereka kalah agregat gol 2-4 melawan Wolfsburg yang masih diperkuat Julian Draxler dan Andre Schurrle.
3. Malaga (2012-13)
Malaga di musim ini benar-benar menjadi tim yang kuat di bawah asuhan Manuel Pellegrini, plus pemilik klub yang menyokong tim dengan kekuatan uang mereka.
Nama-nama bintang bertebaran di dalam tim seperti: Julio Baptista, Martin Demichelis, Diego Lugano, Jeremy Toulalan, Joaquin Sanches, Roque Santa Cruz, dengan talenta muda yang nantinya menjadi bintang, Isco.
Tidak tanggung-tanggung, Malaga lolos sebagai pemuncak klasemen grup C yang berisikan Zenit, Anderlecht, dan pemenang tujuh kali titel Liga Champions, AC Milan. Cerita cinderella mereka berlanjut hingga ke perempat final.
Pada fase 16 besar Malaga menyingkirkan Porto dengan agregat gol 2-1. Tapi sesampainya di perempat final, Borussia Dortmund arahan Jurgen Klopp menyingkirkan mereka dengan agregat gol 3-2.
4. Napoli (2011-12)
Walter Mazzarri mengevolusi Napoli dengan taktik tiga bek dan menjadikan Edinson Cavani dan Ezequiel Lavezzi sebagai dua ujung tombak berbahaya di depan. Napoli bermain di Liga Champions untuk kali pertama dan berada di grup A.
Grup itu terbilang grup neraka karena berisikan Bayern Munchen, Manchester City, dan Villarreal. Namun, Partenopei berhasil lolos dengan status runner-up di bawah Bayern. Napoli berjalan hingga fase gugur.
Akan tapi perjalanan mereka di fase gugur berlangsung sikat. Bertemu Chelsea, Napoli yang meraih kemenangan 3-1 di leg pertama, dibalas dengan skor 1-4 di leg dua yang berlangsung di Stamford Bridge. Napoli kalah agregat gol 4-5.
5. Tottenham (2010-11)
Masih ingat momen ketika Gareth Bale muda memporak-porandakan pertahanan Inter Milan dan membuat Maicon kerepotan? Ya, momen itu terjadi di musim debut Tottenham Hotspur di Liga Champions, melawan juara bertahan yang meraih treble winners.
Tottenham satu grup dengan Inter, Twente, dan Werder Bremen. Tim arahan Harry Redknapp lolos sebagai pemuncak klasemen. Di 16 besar, Tottenham yang diperkuat Bale, Jermaine Jenas, Luka Modric, Rafael van der Vaart, menyingkirkan Milan dengan agregat gol 1-0.
Barulah di perempat final pengalaman 'berbicara banyak'. Berjumpa dengan Real Madrid, Tottenham dilumat dengan agregat gol telak 5-0 tanpa adanya gol balasan.
6. Sevilla (2007-08)
Dilatih oleh Manuel Jimenez, Sevilla yang diperkuat Frederic Kanoute, Luis Fabiano, Enzo Maresca, Jesus Navas, Dani Alves, Adriano, dan Federico Fazio, berada di grup H Liga Champions bersama Arsenal, Slavia Praha, dan Steaua Bucuresti.
Sevilla lolos sebagai pemuncak klasemen grup dengan lima kemenangan dan satu kekalahan. Di 16 besar, Sevilla memainkan laga seru nan dramatis melawan klub Turki Fenerbahce.
Fenerbahce menang di leg satu yang berlangsung di Istanbul via gol Mateja Kezman, Diego Lugano, dan Semih Senturk, yang dibalas gol Edu (bunuh diri) dan Julian Escude. Dengan modal dua gol tandang, Sevilla bisa jadi diunggulkan jelang leg dua di laga kandang.
Tapi laga di Ramon Sanchez Pizjuan tidak kalah seru dibanding leg pertama. Sevilla menang 3-2 dari gol Dani Alves, Seydou Keita, dan Kanoute, tetapi Fenerbahce juga mencetak dua gol dari Deivid. Di drama adu penalti, Sevilla kalah 2-3 karena Escude, Maresca, dan Alves gagal menjalankan tugas mereka.
7. Villarreal (2005-06)
Jauh sebelum Pellegrini memimpin Malaga memainkan debut yang dikenang fans mereka di Liga Champions, pelatih asal Chili telah terlebih dahulu melakukannya bersama Villarreal pada 2005-06, dengan pemain seperti Santi Cazorla, Juan Pablo Sorin, Juan Roman Riquelme, Marcos Senna, dan Diego Forlan.
Villarreal menyingkirkan Manchester United dan Lille di grup D dan lolos ke-16 besar bersama Benfica. Perjalanan The Yellow Submarine bahkan bisa dibilang paling bagus di antara tim debutan lainnya, sebab mereka melaju hingga ke semifinal.
Di fase gugur mereka menyingkirkan Rangers (3-3 menang agresivitas gol tandang) dan Inter Milan (2-2 menang agresivitas gol tandang). Di empat besar, mimpi melaju ke final Villarreal dihentikan Arsenal-nya Arsene Wenger yang menang dengan agregat gol 1-0.