Analisis Feature Inggris Berita

3 Penyebab Utama Merosotnya Performa Chelsea

Arief Hadi - Senin, 11 Februari 2019

BolaSkor.com - Chelsea bertekuk lutut di hadapan juara bertahan Premier League, Manchester City. Pada pekan 26 Premier League yang berlangsung di Stadion Etihad, Minggu (10/2) malam WIB, The Blues dilumat dengan setengah lusin gol.

Sergio Aguero menorehkan hat-trick yang menjadikannya sejajar dengan striker ikonik Inggris, Alan Shearer - sama-sama mencetak 11 hat-trick di Premier League. Raheem Sterling menorehkan dua gol dan satunya lagi dicetak Ilkay Gundogan.

Chelsea menelan kekalahan tandang terparah sejak 28 tahun lamanya. Nottingham Forest-nya Brian Clough jadi tim terakhir yang mengalahkan Chelsea dengan skor telak 7-0 pada tahun 1991. Total, Chelsea kebobolan 12 gol dari tiga laga tandang terakhir di Premier League.

Baca Juga:

Chelsea Seolah Menjadi Arsenal Ketika Dibantai Man City di Stadion Etihad

Chelsea Dilumat Man City, Pep Guardiola Tunjukkan Rasa Simpati kepada Maurizio Sarri

Manchester City 6-0 Chelsea, Hattrick Sergio Aguero Warnai Kemenangan Telak The Citizens

Chelsea tak berdaya di hadapan Manchester City

Catatan minor itu jelas tidak bisa ditolerir untuk klub sekaliber Chelsea, yang sudah meraih enam titel Premier League dan dianggap salah satu klub besar Inggris sejak diambilalih Roman Abramovich pada tahun 2003.

"Saya menyebut beberapa performa Chelsea sangatlah memalukan jelang laga ini (melawan Man City), ini sangatlah buruk. Melihat Sarri, di separuh musim pertama, tapi hal terburuk yang dapat saya katakan adalah, sepertinya dia mengubah Chelsea menjadi Arsenal," tutur Jamie Carragher, pemerhati sepak bola Inggris.

"Tim Arsenal itu terbiasa dilumat selama tujuh atau delapan tahun terakhir di laga kandang di laga-laga besar karena mereka terlalu lemah. Anda tak akan pernah bisa mengatakan itu tentang Chelsea, tidak peduli apa yang terjadi, bahwa mereka lemah. Kita semua menyaksikan tim yang benar-benar lemah hari ini."

Sebenarnya apa yang terjadi di Chelsea? Bukankah Chelsea biasanya punya sindrom bagus ketika dilatih manajer baru. Apa yang menyebabkan dekadensi performa Chelsea? Mari sama-sama mengulasnya melalui penjabaran berikut ini.

1. Kengototan Maurizio Sarri

Maurizio Sarri

Selama dua musim terakhir Chelsea dilatih Antonio Conte, klub sukses meraih titel Premier League dan Piala FA. Pendekatan Conte dengan gaya mainnya yang cenderung hati-hati, defensif, memang bukan yang terbaik, tapi paling tidak efektif.

Satu hal lagi yang membedakan Conte dengan Sarri adalah keterbukaannya menerima kritikan dan masukan. Setidaknya Conte paham jika satu sistem tidak berjalan, maka dia akan mencoba sistem lainnya hingga berhasil.

Conte tidak langsung menerapkan formasi tiga bek dan terlebih dahulu menguji taktik 4-3-3 hingga 4-2-4. Itu sangat berbeda dari Sarri yang masih bersikukuh dengan 4-3-3, meski lawan sudah memprediksi permainan mereka.

Parahnya lagi, beberapa pemain yang tampil di bawah rata-rata atau buruk tetap saja dimainkannya sebagai starter (pemilihan pemain ini berlanjut ke poin 3). Chelsea pun terbilang monoton.

"Maurizio Sarri telah mengganti Ross Barkley dan Mateo Kovacic dengan luar biasa sebanyak 19 kali musim ini. Manajer Chelsea tetap mentok dengan caranya dan juga tekanan pada dirinya," tulis artikel di Dailymail.

Kutipan itu memperlihatkan betapa keras kepalanya Sarri dalam memilih pemain atau menerapkan taktik. Sarri seolah tidak punya opsi B apabila opsi bermain A gagal.

Alhasil, mudah sekali memprediksi tiap lawan jika bertemu Chelsea dengan pola pikir yang kurang lebihnya seperti ini.

"Chelsea akan bermain dengan taktik 4-3-3, mengandalkan Jorginho sebagai pengatur ritme bermain, N'Golo Kante akan lebih banyak lari ke depan membantu serangan, dan bola sudah pasti diberikan kepada Eden Hazard yang dibiarkan berkreasi."

2. Transformasi Peran N'Golo Kante

N'Golo Kante duel dengan Oleksandr Zinchenko

Niatan baik Sarri untuk mengubah peran Kante dari sekedar gelandang bertahan, tukang perebut bola, pelapis lini belakang, memang bagus. Namun, secara tidak langsung transformasinya mengganggu keseimbangan Chelsea.

Kante bukan Paul Pogba yang diberkahi kemampuan teknik dan visi bermain yang bagus. Kemampuan terbaik pemain berusia 27 tahun baru akan terlihat apabila dia ditempatkan di posisi aslinya. Sarri tidak menyadarinya.

Otomatis, dalam taktik 4-3-3, ketika Kante naik ke depan (box to box) ia meninggalkan celah di lini tengah dan membiarkan Jorginho bekerja sendirian dalam fase bertahan. Satu gelandang lainnya, entah Kovacic atau Barkley, juga diperankan seperti Kante.

Jorginho pun terekspos lawan dan jika lawan mencuri bola di lini tengah, lalu kemudian melancarkan serangan balik, maka mereka sudah langsung berhadapan dengan pertahanan Chelsea.

Kante musim ini seolah benar-benar sudah melupakan peran yang membuatnya memenangi dua titel Premier League, satu Piala Dunia 2018, dan jadi yang terbaik di Eropa dengan posisi gelandang bertahan.

Kante telah mencetak tiga gol, memberi empat assists, empat kali menciptakan peluang, dan 29 persen akurasi ketika melakukan umpan silang. Statistik itu tidak akan bisa dilihat darinya selama tiga musim terakhir.

Tapi untuk musim ini, transformasi peran Kante benar-benar mengundang lawan untuk menyerang Jorginho dan melancarkan serangan balik cepat.

3. Minim Rotasi Pemain

David Luiz salah satu pilar andalan yang selalu dimainkan M. Sarri

Napoli selama tiga tahun terakhir memang menjadi penantang titel Serie A melawan Juventus. Semua itu berkat andil Sarri yang mempraktikkan sepak bola ofensif dan penguasaan bola mutlak. Tapi di tiga kesempatan itu mereka selalu kehabisan bensin di paruh musim kedua. Alasannya? Minim rotasi pemain.

David Luiz, Marcos Alonso, Antonio Rudiger, Barkley, Kovacic, selalu jadi pemain-pemain yang dijadikan starter oleh Sarri, meski Chelsea punya kedalaman skuat hebat semisal: Andreas Christensen, Emerson Palmieri, Ruben Loftus-Cheek, dan Callum Hudson-Odoi.

Bukan berniat mempertanyakan hak Sarri memilih pemain, namun, minimnya rotasi pemain itu menjadikan permainan Chelsea mudah diprediksi. Padahal, jika Sarri mau sedikit menerima masukan atau saran, mereka yang jarang bermain justru bisa menjadi kunci kebangkitan Chelsea.

Hudson-Odoi dan Loftus-Cheek dua pemuda yang sangat termotivasi tampil bagus. Emerson bisa jadi solusi bagi Alonso yang punya kekurangan besar ketika bertahan. Christensen atau Gary Cahill juga bisa dicoba selain Luiz.

Jika memang Sarri ingin mempertahankan Hudson-Odoi dari buruan klub lain, mengapa dia tidak memainkannya? Atau juga beberapa waktu lalu dia sempat berkata ingin ada gelandang pengganti Cesc Fabregas untuk melapis Jorginho.

Lantas, sebelum Fabregas pergi ke AS Monaco, mengapa Sarri tidak memainkannya lebih sering lagi? Akan sulit bagi dirinya dan juga Chelsea jika pemain-pemain yang sama terus bermain dari satu pekan ke pekan berikutnya.

Tanpa rotasi, pemain-pemain Chelsea berpotensi keletihan dan rawan cedera, plus pemain-pemain yang ingin unjuk gigi, tetapi tak mendapat kesempatan bermain, bisa mengancam pergi. Hal tersebut bisa memengaruhi atmosfer

Bagikan

Baca Original Artikel