3 Laga Final Piala Dunia Paling Kontroversi
BolaSkor.com - Piala Dunia 2018 memasuki tahap akhir. Prancis akan menghadapi Kroasia pada laga final yang berlangsung di Stadion Luzhniki, Minggu (15/7) pukul 22.00 malam WIB. Ini merupakan final Piala Dunia edisi ke-21.
Sepanjang sejarah gelaran Piala Dunia, laga final selalu menyajikan pertarungan menarik dari kedua tim. Maklum saja, mereka berebut supremasi tertinggi sepak bola di dunia.
Namun, hanya ada beberapa final Piala Dunia yang dikatakan paling kontroversi. Hal itu berlandaskan kejadian di lapangan maupun luar lapangan yang memengaruhi final Piala Dunia.
Lalu apa saja final Piala Dunia yang paling kontroversi sepanjang sejarah. Berikut BolaSkor.com rangkum tiga final paling kontroversi sepanjang sejarah Piala Dunia:
1. Inggris Vs Jerman Barat, Final Piala Dunia 1966
Final kontroversi pertama lahir dari Piala Dunia1966. Kisah bermula ketika Inggris menghadapi Jerman Barat, pada laga final Piala Dunia 1966 di Wembley.
Saat itu, Inggris bermain imbang 2-2 melawan Jerman Barat sepanjang waktu 90 menit normal. Pertandingan pun dilanjutkan pada babak tambahan waktu.
Inggris akhirnya memenangkan pertandingan dengan skor 4-2 atas Jerman Barat. Dalam pertandingan tersebut, Geoff Hurst menciptakan hat-trick dalam pertandingan tersebut. Ia menjadi satu-satunya pemain sepanjang sejarah Piala Dunia yang menciptakan hat-trick di laga final.

Dua gol bersarang di babak tambahan waktu. Sekaligus membawa Inggris menjadi juara dunia untuk pertama kalinya. Geoff Hurst pun diberi gelar kehormatan Sir oleh Kerajaan Inggris.
Namun, satu gol dari Geoff Hurst dinilai tak melewati garis gawang. Jerman Barat merasa dirugikan oleh wasit. Jerman Barat mengucapkan kutukan bahwa Inggris tak akan juara Piala Dunia lagi usai tahun 1966.
Percaya atau tidak, sampai saat ini Inggris belum pernah meraih gelar juara Piala Dunia. Jangankan menjadi juara, mencapai final saja belum kembali terulang.
2. Argentina Vs Belanda, Final Piala Dunia 1978
Final kedua paling kontroversi sepanjang sejarah Piala Dunia adalah ketika Argentina menghadapi Belanda pada tahun 1978.
Kisah bermula dari Johan Cruyff. Ia merupakan motor Belanda di Piala Dunia 1974. Sayang, Johan Cruyff gagal membawa Belanda menjadi juara usai kalah dari Jerman Barat di final.
Ketika jelang satu bulan Piala Dunia 1978, Johan Cruyff menyatakan mundur dari timnas Belanda. Publik bertanya-tanya mengapa hal ini bisa terjadi?
Banyak kabar yang beredar bahwa Johan Cruyff menentang Piala Dunia 1978 sebagai aksi protes atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di rezim pemerintahan Argentina pimpinan diktator Jenderal Jorge Videla. Johan Cruyff menilai Piala Dunia 1978 hanya sebagai cuci tangan Videla terhadap pelanggaran HAM.

Namun pada kenyataanya, Johan Cruyff membeberkan alasan mengapa tak ikut timnas Belanda di Piala Dunia 1978. Johan Cruyff mengaku beberapa orang tak dikenal masuk ke rumahnya di Barcelona. Saat itu, Johan Cruyff merupakan penggawa Barcelona.
Mereka mengancam akan membunuh keluarga Johan Cruyff jika ikut Piala Dunia 1978. Andai saja Johan Cruyff ikut bukan tidak mungkin Belanda dapat mengalahkan Argentina di final. Belanda sendiri kalah 1-3 dari tuan rumah Argentina di final.
Ada banyak kabar yang menyebut bahwa kemenangan Argentina adalah hasil dari cuci tangan suap. Namun, itu semua tidak terbukti hingga saat ini.
3. Italia Vs Prancis, Final Piala Dunia 2006
Kisah final Piala Dunia paling kontroversi lainnya lahir dari laga Italia kontra Prancis pada Piala Dunia 2006 di Olympiastadion Berlin.
Pertandingan berjalan menarik, Prancis unggul terlebih dahulu melalui penalti panenka Zinedine Zidane. Italia akhirnya menyamakan kedudukan melalui tandukan Marco Matterazzi. Skor imbang 1-1 bertahan hingga 90 menit.
Laga pun dilanjutkan ke babak tambahan waktu. Di babak tambahan waktu kedua, sebuah insiden terjadi. Zidane secara tiba-tiba menyeruduk dada Matterazzi. Zidane pun mendapat kartu merah dari wasit Horacio Elizondo.
Di babak penalti, Fabio Grosso memastikan Azzurri memenangi Piala Dunia 2006. Prancis pun tertunduk lesu. Zidane dinilai menjadi kambing hitam kekalahan Les Bleus. Banyak orang yang berpendapat, andai Zidane tak menerima kartu merah, Prancis menjadi juara.

Namun, banyak orang yang penasaran mengapa Zidane melakukan itu kepada Matterazzi. Fakta terungkap, Zidane menyebut Matterazzi telah menyebut ibunya sebagai pelacur teroris.
“Saya bereaksi dengan buruk dan ingin meminta maaf karena banyak anak-anak yang menyaksikan pertandingan itu. Meski begitu, saya takkan menyesali tandukkan saya kepada Materazzi karena jika saya menyesalinya, maka saya akan membenarkan yang ia katakan,” ungkap Zidane saat itu.
Di sisi lain, Matterazzi tidak mengaku telah menghina ibu Zidane. Namun, ia mengakui telah menghina saudara dari mantan pelatih Real Madrid tersebut.
“Saya hanya memegang bajunya lalu ia merespon, `Nanti saja setelah pertandingan`. Bukankah itu sebuah provokasi? Memang betul saya merespon dengan menyinggung saudara perempuannya dan itu hal yang buruk. Saya juga tak tahu kalau dia punya saudara perempuan sebelumnya.”