3 Kesalahan Terbesar Ruben Amorim di Final Liga Europa, Idealis, dan Adaptasi Taktik Ange Postecoglou
BolaSkor.com - Tottenham Hotspur mengakhiri penantian trofi panjang sejak terakhir memenanginya pada 2008. Tottenham menang 1-0 atas Manchester United di final Liga Europa yang dimainkan di San Mames, Kamis (22/05) dini hari WIB, melalui gol Brennan Johnson (42').
Itu jadi titel Liga Europa ketiga Tottenham yang memastikan mereka bermain di Liga Champions musim depan, sementara musim 2024-2025 resmi jadi musim terburuk Man United yang dekat dengan zona degradasi di Premier League, serta fakta mengakhiri musim tanpa trofi dan tidak ada sepak bola Eropa musim depan.
Permainan Man United di San Mames sudah merangkum perjalanan klub musim ini: kesulitan mencetak gol dan gawang tim mudah dijebol lawan. Itu terbukti melalui statistik 74 persen penguasaan bola, 16 percobaan tendangan, enam tepat sasaran, dan tidak ada yang berbuah gol.
Jalannya pertandingan di San Mames juga mencerminkan bagaimana sisi idealis kedua pelatih soal taktik. Ruben Amorim tetap dengan taktik 3-4-2-1 atau 3-4-3 pilihannya, sedangkan Ange Postecoglou pada formasi 4-2-3-1.
Baca Juga:
5 Alasan Manchester United Gagal Total pada Musim Ini
Ruben Amorim Tidak Takut Dipecat Manchester United
8 Fakta Menarik Usai Tottenham Hotspur Menekuk Manchester United di Final Liga Europa
Apa yang terlihat berbeda adalah Postecoglou menurunkan 'ego' dan sisi idealis soal sepak bola ofensif, menghibur, yang dimilikinya selama ini. Tottenham bermain bertahan setelah unggul, hanya punya 26 persen penguasaan bola, serta tiga tendangan (satu tepat sasaran).
Pada akhirnya, permainan pragmatis dan adaptasi taktik dari Postecoglu itu membuahkan trofi.
“Biar saya perjelas, saya tidak sedang menyombongkan diri. Saya hanya punya sesuatu dalam diri saya, 'Kami harus menang'," papar Postecoglu soal dirinya yang selalu meraih sesuatu di musim kedua.
"Orang-orang mengkritik klub, dan saya merasa terkadang kami belum membela diri sekuat yang seharusnya."
Sementara untuk Amorim, kekalahan di final tersebut menjadi pembelajaran karena ia pelatih muda (berusia 40 tahun) dan Man United jadi klub besar pertama yang dilatihnya di luar Portugal, setelah sebelumnya sukses di Sporting CP (2020-2024).
Menilik dari berbagai sumber, ada lima kesalahan terbesar yang dilakukan Amorim di final Liga Europa. Apa saja?
1. Mason Mount dan Luke Shaw Starter
Dua pemain yang menghabiskan waktu di ruang perawatan karena cedera di hampir sepanjang musim, kemudian menjadi starter. Mason Mount jadi starter membuat Bruno Fernandes bermain lebih dalam, juga tak memberikan ancaman besar saat menyerang ketimbang Alejandro Garnacho.
Pun demikian Luke Shaw yang menjadi kambing hitam dari gol Johnson. Amorim memainkannya dengan indikasi mencari bek tengah berkaki kidal dan berpengalaman, yang tidak dimiliki Ayden Heaven, tapi juga dipertanyakan.
Pasalnya dengan Shaw bermain di posisi bek tengah-kiri, Leny Yoro bermain di luar posisi terbaiknya, dan Amorim memiliki Victor Lindelof sebagai opsi untuk dimainkan untuk menjaga stabilitas di lini belakang.
2. Bruno Fernandes dan Casemiro di Lini Tengah
Alih-alih menduetkan Casemiro dan Manuel Ugarte di lini tengah untuk meladeni lini tengah Tottenham, Amorim memainkan Fernandes lebih dalam dan bertandem dengan Casemiro. Padahal, Fernandes akan bermain lebih baik pada posisi yang lebih ofensif.
Kontribusinya dapat terlihat jika Fernandes ditempatkan sebagai gelandang serang, dan itu terlihat di jelang akhir babak kedua kala Mount keluar.
3. Telat Melakukan Pergantian Pemain
Joshua Zirkzee, Alejandro Garnacho, dan Kobbie Mainoo baru turun di 71 menit terakhir laga. Masuknya mereka memberikan perubahan pada permainan Man United, tetapi kondisinya sudah telat karena Tottenham parkir bus tanpa menyisakan celah di pertahanan.
Man United sudah terlihat kesulitan menembus ketatnya pertahanan Tottenham saat Mount dan Rasmus Hojlund bermain.